Sunday, February 25, 2018

Mengenal Sosok Arya Penangsang sang Adipati Jipang Panolan

Mengenal Sosok Arya Penangsang sang Adipati Jipang Panolan

Nama Arya Penangsang begitu sangar didengar namun juga banyak kesan negatif yang timbul dari nama tsb, meskipun beliau masih menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat Jawa pada umumnya, namun Arya rupanya sangat dipuja oleh masyarakat Blora dan sekitarnya (Cepu, Tuban, Bojonegoro, Blora dulunya wilayah Kadipaten Jipang Panolan). Bagaimana sih sepak terjang Arya Penangsang sang Penguasa wilayah Jipang Panolan ini?

Nama / Trah

Menurut Serat Kanda, Ayah dari Arya Penangsang adalah Surowiyoto atau Raden Kikin atau sering disebut juga sebagai Pangeran Sekar, ia adalah putra kedua Raden Patah raja Demak pertama. Ibu Raden Kikin adalah putri Raja Jipang sehingga ia bisa mewarisi kedudukan kakeknya. selain Raden kikn ,Raja Demak Raden Patah juga memiliki dua putra lagi yaitu Adipati Unus (putra pertama ) dan Raden Trenggono.

Pada tahun 1521 M anak pertama Raden Patah yang bernama Adipati Kudus / Pati Unus / Pangeran Sabrang Lor gugur dalam perang Laut di Selat Malaka melawan pasukan Portugis. Kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana saling berebut takhta. Raden Kikin memiliki 2 orang putra yang bernama Arya Penangsang dan Arya Mataram, sedangkan Raden Trenggana memiliki putra pertama bernama Raden Mukmin atau yang disebut juga sebagai Sunan Prawoto. Raden Mukmin membunuh pamannya yang bernama Raden Kikin sepulang Salat Jumat di tepi sebuah sungai dengan menggunakan Keris Kyai Setan Kober yang dicurinya dari Sunan Kudus. Sejak saat itu, Raden Kikin terkenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen ("Bunga yang gugur di sungai"). Dengan begitu maka RadenTrenggana menjadi pewaris tahta Kerajaan Demak dengan gelar Sultan Trenggana.

Diceritakan bahwa "Penangsang" diperoleh Arya saat sang ayah terbunuh, ia dihanyutkan di sungai sampai akhirnya "temangsang" / nyangkut di pohon kecil, kemudian ditemukan Sunan Kudus, jadilah nama panggilannya Arya Penangsang. Setelah kematian ayahnya, Arya berguru dengan Sunan Kudus yang bersimpati atas kemalangan Arya, dan bersumpah akan balas dendam serta merebut tahta sah Kerajaan Demak yang harusnya didapat Arya.

Naik Tahta di Jipang Panolan

Mengenal Sosok Arya Penangsang sang Adipati Jipang Panolan
Sepeninggal Raden kikin Arya Penangsang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Jipang. Saat itu usianya masih anak-anak, sehingga pemerintahannya diwakili Patih Matahun. Ia dibantu oleh salah satu senapati Kadipaten Jipang yang terkenal bernama Tohpati. Wilayah Jipang sendiri saat ini terletak di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora. Iapun mendapat julukan Arya Jipang. Memperoleh posisi sebagai Adipati tidak membuat Arya lupa akan dendam dan ambisinya. Sambil menjalankan tampuk pemerintahan, ia menyusun kekuatan dan strategi untuk membalaskan dendam Orang tuanya serta untuk merebut tahta di Demak Bintara.

Dendam Terbalaskan

Demak Bintara sedang ada transisi kepemimpinan, Raja Demak Sultan Trenggana terbunuh di Panarukan Situbondo pada tahun 1546 M. Yang menggantikan Sultan Trenggana adalah sang putra, Raden Mukmin, yang bergelar Sunan Prawoto. Arya melihat peluang emas untuk balas dendam sekaligus merebut tahta Demak. Arya meminta dukungan Sunan Kudus dan akhirnya pada tahun 1549 Arya Penangsang membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas saling bunuh dengan korbannya itu. Dendam terbalaskan.

Demak Jipang

Dengan terbunuhnya Sunan Prawoto, maka tahta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Arya Penangsang, yang kemudian memindahkan pusat kekuasaan ke Jipang Panolan, sehingga Kerajaan Demak mendapat sebutan Demak Jipang

Hari-hari pertama pemerintahan, Arya Penangsang langsung mendapat protes keras dari Jepara yang diwakili oleh Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat sebagai penguasa daerah tersebut. Mereka yakin bahwa pergantian kekuasaan Demak tidak sah karena terjadi pembunuhan terhadap Sunan Prawoto oleh seseorang utusan Arya Penangsang. Mereka punya bukti kuat, dan akan menyampaikan protesnya kepada Sunan Kudus.

Mereka datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sunan Prawoto mati karena karma, pernyataan Sunan ini membuat Ratu Kalinyamat kecewa.Ratu Kalinyamat  bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos, sedangkan suaminya, yang bernama Pangeran Hadiri, terbunuh. Hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi Arya Penangsang, salah satunya adalah Adipati Pajang Joko Tingkir (Hadiwijaya).

Persaingan dengan Joko Tingkir

Mengenal Sosok Arya Penangsang sang Adipati Jipang Panolan

Untuk menguasai tanah Jawa seutuhnya, Arya perlu menyingkirkan salah seorang penguasa daerah Pajang, yaitu Hadiwijaya / Joko Tingkir, yang belakangan mengambil sikap bermusuhan. Hadiwijaya sendiri merupakan menantu dari Sultan Trenggana yang menjadi Adipati di wilayah Pajang.

Sebagai langkah pertama , Arya penangsang menyuruh empat utusan abdi kepercayaannya membunuh Hadiwijaya dengan cara menusuknya dengan keris setan kober. Namun ke empat utusan itu dapat dikalahkan Hadiwijaya dan dipulangkan secara hormat bahkan di beri hadiah pakaian Prajurit oleh Hadiwijaya, dengan Keris Setan Kober berhasil direbut oleh Hadiwijaya.

Sesampainya di Jipang, para utusan itu segera menghadap Arya penangsang. Mereka segera melaporkan tentang kegagalan tugasnya. Betapa marah arya penangsang ketika kedua orang itu mengatakan bahwa atas kemurahan hati Hadiwijaya, mereka dimaafkan dan bahkan diberi anugerah berupa seragam keprajuritan dan keris pusaka. Arya penangsang merasa sangat tersinggung dan terhina olah perlakuan Hadiwijaya. Setelah peristiwa pembunuhan yang gagal itu, situasi permusuhan antara sultan Hadiwijaya dan Arya penangsang pun memuncak.

Dengan usul Sunan Kudus, Arya Penangsang mengundang Hadiwijaya ke Jipang untuk dilakukan perundingan damai sekaligus meminta kembali Keris Kyai Setan Kober yang sementara ditahan oleh Hadiwijaya. Hadiwijaya menyanggupi. Diam-diam Sunan Kudus telah menyiapkan kursi yang diberi Ajian Rajah Kalacakra Ajian tersebut menyebabkan orang yang mendudukinya menjadi sial selama 40 hari. Kursi tersbut dialamtkan tentunya buat Hadiwijaya. Pertemuan diatur, kedua belah pihak bertemu, dengan ditengahi Sunan Kudus. Apa mau dikata, dasar Arya orang dengan temperamen emosi dan tidak sabaran, ia malah dijebak oleh Hadiwijaya supaya menduduki kursi sial tersebut. Gagal sudah rencana Arya Penangsang dan Sunan Kudus.

Pemberontakan Pajang

Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Adipati Pajang Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera membunuh Arya Penangsang, lalu dirinya yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto, sang Ratu berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang.

Hadiwijaya segan memerangi Arya Penangsang secara langsung karena merasa dirinya hanya sebagai mantu keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh Arya Penangsang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.

Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara itu.demikian juga putra kandung ki ageng pemanahan yang bernama Sutawijaya ikut pula mendaftar dalam sayembara. Oleh karenanya Hadiwijaya menyiapkan pasukan Pajang dan memberikan Tombak Kyai Plered, untuk membantu Ki Ageng Pemanahan dan putra kandung nya, yaitu Sutawijaya untuk mengalahkan Sultan Demak ke 5 Arya penangsang.

Kabar tersebut terdengar oleh Arya Penangsang. Ia meminta pendapat Sunan Kudus. Untuk melawan orang-orang Pajang, Arya melakukan tapa 40 hari untuk menghilangkan Rajah Kalacakra yang sebelumnya mengenai dirinya. Sunan Kudus menyiapkan benteng pertahanan berupa galian menyerupai sungai yang melingkari pusat pemerintahan Jipang, yang kemudian diisi air dari sungai Bengawan Solo, galian ini kemudian terkenal menjadi Bengawan Sore. Tak lupa Sunan Kudus juga memberikan Ajian di Bengawan Sore, barangsiapa menyentuh airnya duluan maka dia akan kalah.

Jalannya Pertempuran dan Gugurnya Arya Penangsang

Persiapan telah selesai, strategi telah disusun , berangkatlah Ki Ageng Pemanahan, Ki Panjawi, Sutawijaya, serta ratusan pasukan Pajang ke tlatah Jipang Panolan. Arya Penangsang yang baru saja menyelesaikan tapa 40 harinya tak kuasa menahan emosi membaca surat tantangan atas nama Hadiwijaya. Apalagi surat tantangan itu dibawa oleh pekatik-nya (pemelihara kuda) yang sebelumnya sudah dipotong telinganya oleh Pemanahan dan Penjawi. Meskipun sudah disabarkan adik Arya Penangsang langsung bergegas ke medan laga, menunggangi kudanya Gagak Rimang, beserta ratusan pengawal kerajaannya.

Rupanya kabar bahwa Bengawan Sore dimantra telah terdengar Ki Ageng Pemanahan, sehingga ia menyiapkan siasat membawa kuda betina, karena tahu kuda tunggangan Arya Penangsang, Gagak Rimang, sedang masa birahi. Saat Arya Penangsang mendekat diujung Bengawan Sore, dilepaskanlah kuda betina tersebut, sehingga Gagak Rimang lari tak karuan mengejar kuda betina itu. Lagi-lagi Arya Penangsang termakan oleh tuahnya sendiri, ia jatuh ke sungai Bengawan Sore yang telah diberi mantra Sunan Kudus.

Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Sutawijaya menantang duel Arya Penangsang, namun tidak dihiraukan karena Arya menganggap Sutawijaya masih anak bau kencur dan bukan lawan tandingnya. Yang dicari Arya Penangsang adalah Pemanahan, yang sudah banyak mengakali dirinya. Serangan-serangan yang dilancarkan Sutawijaya hanya ditangkis dan tidak dibalas oleh Arya Penangsang. Ditengah percobaan Sutawijaya, tombaknya berhasil merobek perut Arya, terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip dipinggang.

Pertarungan berlanjut dan Dhanang Sutawijaya sudah hampir kalah. Dia yang sudah kelelahan terkapar di tanah. Kepalanya sudah diinjak Arya Penangsang. Arya Penangsang akan membunuh Dhanang Sutawijaya dengan kerisnya. Dia lupa kalau ususnya disampirkan di kerisnya sehingga sewaktu dia mencabut keris dari wadahnya, ususnya terpotong. Karena kesaktiannya pula dia belum mati dengan usus terpotong tersebut. Dia hanya diam tidak bergerak. Ki Ageng Pemanahan tahu jika Arya Penangsang tidak akan mati jika belum dihisap ubun-ubunnya. Segera Dhanang Sutawijaya melaksanakan perintah ayahnya untuk menghisap ubun-ubun Arya Penangsang. Seketika Arya Penangsang gugur.

Dampak Budaya

Mengenal Sosok Arya Penangsang sang Adipati Jipang Panolan

Bagi masyarakat sekitar Cepu entah itu yang berada di Kabupaten Blora maupun Kabupaten Bojonegoro berpendapat lain. Untaian bunga melati pada keris pengantin pria Jawa diibaratkan sebagai lambang kegagahan Arya Penangsang. Meskipun telah terburai isi perutnya, namun Arya Penangsang tetap masih mampu tegap berdiri hingga titik darah penghabisan. Dari perlambang itu, diharapkan sang pengantin laki-laki kelak bisa menjaga kemakmuran, kebahagiaan, keutuhan dan kehormatan rumah tangga meski dalam keadaan kritis seperti apa pun. Seperti halnya Arya Penangsang yang tetap memegang prinsip hingga ajal tiba.

Dampak Mitos
Saat ini orang-orang tua Jepara masih memendam dendam terhadap Jipang, diwujudkan apabila anak atau cucunya akan menikahi orang Jipang (Blora, Tuban, dan sekitarnya), pasti ditolak. Hal ini saya alami sendiri, Orang tua saya dari Jepara dan Tuban, dulu ceritanya saat Bapak yang asal dari Jepara minta restu dari mbah buyut saya mau menikahi Ibu saya yang orang Tuban, ditolak oleh mbah, dengan alasan nanti rumah tangga tidak akan mulus bila menikahi orang Jipang Panolan. Alhamdulilah rumah tangga orang tua saya baik-baik saja, namun memang sehari-hari Ibu saya lebih dominan daripada Bapak saya.

Lalu apabila anda keturunan Jepara atau Jogja dan sekitarnya, jangan coba-coba mendekat ke daerah Cepu, Blora, kalau tidak mau kena sial. Hal ini lagi-lagi saya alami sendiri, waktu itu Lebaran saya dan istri saya yang keturunan Jogja, menempuh perjalanan dari Tuban menuju ke Jogja, sehingga melewati Blora, Purwodadi, Sragen, Solo, lalu Jogja. Saat melintasi daerah Blora, entah bagaimana seperti ada yang mengarahkan, saya mengambil jalan arah ke selatan menuju ke Cepu, lalu belok kanan melewati jalan setapak tanpa aspal (kalau tidak salah daerah kuwu). Saya tahu bahwa itu bukan jalan semestinya namun entah kenapa saya memutuskan untuk lanjut terus, dan yang terjadi, saya melewati jalan yang tidak karu-karuan ditengah sawah, hutan, sungai, yang minim warga, dan itu terjadi tengah malam, saat istri saya hamil besar, sejauh kira-kira 30km! Bayangkan, anda membawa istri hamil ditengah-tengah suasana gelap gulita di tempat antah berantah, sungguh pengalaman tak terlupakan dan ngeri kalau saya ingat lagi. Untungnya, tidak terjadi apa-apa.

No comments:
Write comments

Artikel Menarik Lainnya

loading...