William the Conqueror, menaklukan inggris dan selanjutnya anak-anak mereka yang melanjutkan kekuasaan ayahnya, namun sepanjang sejarah terjadi beberapa kali perselisihan antara anak-anak William I.
Sumber
Sumber
Sumber
SUMBER
William The Conqueror, Duke of Normandy, King of England
Perbuatan lanjutan William I
Perbuatan lanjutan William I
William the Conqueror meninggalkan istrinya Matilda of Flanders untuk menangani Normandia ketika ia berangkat ke Inggris pada tahun 1066. Pada Maret 1067 William kembali ke Normandia. Sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan pemberontakan, ia menyandera, Pangeran Edgar Etheling , Eadwine , Earl of Mercia, Morcar , Earl of Northumbria, Stigand , Archbishop of Canterbury, dan saudara Harold, Wulfnoth Godwinson . William jelas berpikir bahwa dia telah menyingkirkan semua pemimpin Inggris yang kemungkinan akan memimpin pemberontakan melawan pemerintahannya.
Namun ketika dia pergi, beberapa gangguan terjadi. Pemberontakan pertama terjadi di Wales yang diprakasai oleh Eadric the Wild namun para pemberontak gagal dalam upaya mereka untuk merebut benteng Norman yang baru dibangun di Hereford, hal ini diikuti oleh pemberontakan yang lebih serius di Kent yang dipimpin oleh Count Eustace dari Boulogne yang tidak puas dengan tanah yang telah diberikan kepadanya oleh William. Setelah Eustace gagal menangkap Castle Dover, dia melarikan diri kembali ke wilayahnya di Eropa daratan.
William tiba pada Desember 1067 dan memimpin pasukannya ke Devon dan Cornwall. Dia mengepung Exeter dan setelah delapan belas hari, penduduknya menyerah. The Anglo-Saxon Chronicle menyatakan bahwa "ia membuat janji-janji yang menguntungkan bagi warga yang mau bekerja sama". William memerintahkan membangun sebuah kastil di kota itu dan meninggalkan sebuah garnisun untuk berjaga bilamana terjadi kerusuhan lebih lanjut.
Pemberontakan lebih lanjut terjadi pada tahun 1069, pada bulan Januari oleh Robert de Comines , Earl of Northumbria yang baru, namun usahanya gagal dan dia dibakar sampai mati di istana uskup di Durham, pemberontakan lanjutan terjadi di York, disini William sedikit kesulitan berurusan dengan pemberontak dan setelah menang, dia menghukum berat para pemberontak, dia membangun sebuah kastil di kota.
William juga harus berurusan dengan serangan di utara yang dipimpin oleh Raja Sweyn dari Denmark. Pada bulan September 1069, armada Sweyn berlayar ke Humber. Tentara William melawan, memaksa Denmark mundur dan kemudian langsung bergegas menghancurkan pemberontakan lain di Staffordshire, dia kemudian membakar tanaman, rumah dan harta milik orang-orang yang tinggal di antara York dan Durham. Para penulis sejarah mengklaim bahwa daerah itu berubah menjadi gurun dan orang-orang mati karena kelaparan. Pemberontakan akhirnya berakhir ketika pasukan William menangkap Chester pada tahun 1070. AL Morton berpendapat bahwa "sebagian besar Yorkshire dan Durham telah dihancurkan dan tetap hampir tidak dapat digarap tanahnya selama satu generasi".
Pada tahun 1071, pemberontakan lainnya pecah, dipimpin oleh Hereward, para pemberontak menguasai Isle of Ely, diwaktu yang sama, Earl Eadwine of Mercia dan Earl Morcar of Northumbria, tewas, William secara pribadi memimpin pasukan Norman melawan Hereward, William menghancurkan kekuatan pemberontak namun Hereward berhasil melarikan diri, William menghukum para pemberontak yang ditangkapnya dengan perusakan dan pemenjaraan seumur hidup dan membangun kastil baru di Ely.
William kembali ke Normandia pada 1073 dan diakhir tahun itu menaklukkan Maine. Ketika dia pergi, Waltheof , Earl of Northumbria, mulai bersekongkol melawan dia. Geoffrey of Coutances memimpin perjuangan melawan pemberontakan Waltheof dan kemudian memerintahkan bahwa semua pemberontak harus dipotong kaki kanannya, sebenarnya motif Waltheof untuk memberontak tidak jelas dan tampak tanpa tujuan. Waltheof tentu saja tidak memberontak secara terbuka namun bahwa dia tahu tentang konspirasi melawan raja tetapi lamban dalam melaporkannya.
William the Conqueror meninggalkan istrinya Matilda of Flanders untuk menangani Normandia ketika ia berangkat ke Inggris pada tahun 1066. Pada Maret 1067 William kembali ke Normandia. Sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan pemberontakan, ia menyandera, Pangeran Edgar Etheling , Eadwine , Earl of Mercia, Morcar , Earl of Northumbria, Stigand , Archbishop of Canterbury, dan saudara Harold, Wulfnoth Godwinson . William jelas berpikir bahwa dia telah menyingkirkan semua pemimpin Inggris yang kemungkinan akan memimpin pemberontakan melawan pemerintahannya.
Namun ketika dia pergi, beberapa gangguan terjadi. Pemberontakan pertama terjadi di Wales yang diprakasai oleh Eadric the Wild namun para pemberontak gagal dalam upaya mereka untuk merebut benteng Norman yang baru dibangun di Hereford, hal ini diikuti oleh pemberontakan yang lebih serius di Kent yang dipimpin oleh Count Eustace dari Boulogne yang tidak puas dengan tanah yang telah diberikan kepadanya oleh William. Setelah Eustace gagal menangkap Castle Dover, dia melarikan diri kembali ke wilayahnya di Eropa daratan.
Kegagalan Eadric
William tiba pada Desember 1067 dan memimpin pasukannya ke Devon dan Cornwall. Dia mengepung Exeter dan setelah delapan belas hari, penduduknya menyerah. The Anglo-Saxon Chronicle menyatakan bahwa "ia membuat janji-janji yang menguntungkan bagi warga yang mau bekerja sama". William memerintahkan membangun sebuah kastil di kota itu dan meninggalkan sebuah garnisun untuk berjaga bilamana terjadi kerusuhan lebih lanjut.
Pemberontakan lebih lanjut terjadi pada tahun 1069, pada bulan Januari oleh Robert de Comines , Earl of Northumbria yang baru, namun usahanya gagal dan dia dibakar sampai mati di istana uskup di Durham, pemberontakan lanjutan terjadi di York, disini William sedikit kesulitan berurusan dengan pemberontak dan setelah menang, dia menghukum berat para pemberontak, dia membangun sebuah kastil di kota.
Raja viking denmark menginvansi
William juga harus berurusan dengan serangan di utara yang dipimpin oleh Raja Sweyn dari Denmark. Pada bulan September 1069, armada Sweyn berlayar ke Humber. Tentara William melawan, memaksa Denmark mundur dan kemudian langsung bergegas menghancurkan pemberontakan lain di Staffordshire, dia kemudian membakar tanaman, rumah dan harta milik orang-orang yang tinggal di antara York dan Durham. Para penulis sejarah mengklaim bahwa daerah itu berubah menjadi gurun dan orang-orang mati karena kelaparan. Pemberontakan akhirnya berakhir ketika pasukan William menangkap Chester pada tahun 1070. AL Morton berpendapat bahwa "sebagian besar Yorkshire dan Durham telah dihancurkan dan tetap hampir tidak dapat digarap tanahnya selama satu generasi".
Pada tahun 1071, pemberontakan lainnya pecah, dipimpin oleh Hereward, para pemberontak menguasai Isle of Ely, diwaktu yang sama, Earl Eadwine of Mercia dan Earl Morcar of Northumbria, tewas, William secara pribadi memimpin pasukan Norman melawan Hereward, William menghancurkan kekuatan pemberontak namun Hereward berhasil melarikan diri, William menghukum para pemberontak yang ditangkapnya dengan perusakan dan pemenjaraan seumur hidup dan membangun kastil baru di Ely.
William kembali ke Normandia pada 1073 dan diakhir tahun itu menaklukkan Maine. Ketika dia pergi, Waltheof , Earl of Northumbria, mulai bersekongkol melawan dia. Geoffrey of Coutances memimpin perjuangan melawan pemberontakan Waltheof dan kemudian memerintahkan bahwa semua pemberontak harus dipotong kaki kanannya, sebenarnya motif Waltheof untuk memberontak tidak jelas dan tampak tanpa tujuan. Waltheof tentu saja tidak memberontak secara terbuka namun bahwa dia tahu tentang konspirasi melawan raja tetapi lamban dalam melaporkannya.
Robert Curthose anak pertama William Duke of Normandy
Robert Curthose
Robert Curthose adalah putra sulung William. Tidak seperti ayahnya, dia adalah pria pendek dan ayahnya memberinya julukan "Curthose" (sepatu pendek). Ia dideskripsikan oleh Ordericus Vitalis sebagai "cerewet dan bengal, sangat berani dan gagah berani dalam peperangan dengan suara keras dan lidah yang lancar ".
Robert saat berusia awal dua puluhan, bertempur dengan ayahnya untuk mengalahkan musuh-musuhnya pada tahun 1073. Suatu ketika Robert menyarankan agar William kembali ke Inggris dan dia seharusnya diizinkan memerintah Normandia. William yang saat itu berusia empat puluhan menolak dengan kata-kata: "Normandia adalah milikku oleh keturunan turun-temurun dari leluhurku dan aku tidak akan pernah sementara aku hidup melepaskan pemerintahannya". Robert tidak mau menerima keputusan ini dan bergabung dengan para bangsawan yang tidak puas di Brittany, Maine, dan Anjou. Selain karena hal itu, Robert juga diketahui tidak puas terhadap ayahnya karena ayahnya tidak membela dia saat dia dipermalukan oleh keusilan saudaranya, William Rufus dan Henry yang pada suatu hari karena iseng melempari dia dengan pot isi kotoran dari atas balkon kediaman mereka, hal itu memicu perkelahian antara Robert dan William rufus.
Robert mendapat dukungan dari Roger of Clare, putra Richard FitzGilbert dan ia mendirikan basis di Gerberoy . William dan pasukannya menyerang Robert pada bulan Desember 1078, selama pertempuran, William terluka di lengan dan dipaksa melarikan diri dari medan pertempuran, William dari Malmesbury mengatakan bahwa itu adalah penghinaan terbesar yang diderita William dalam seluruh karier militernya.
William kembali ke Rouen dan dipaksa untuk bernegosiasi dengan lawan-lawannya: "Kelompok yang berpengaruh dari anggota senior aristokrasi Norman, termasuk Roger dari Montgomery, Hugh of Granmesnil, dan veteran Roger dari Beaumont, disatu kesempatan mereka juga berusaha untuk menghasilkan kesepakatan untuk kepentingan Robert dan rekan-rekannya, yang banyak di antara mereka adalah putra atau adik lelaki dari negosiator yang bernegosiasi. William setuju untuk mundur, tetapi pada tahun 1080 dia melakukan upaya lain untuk mendapatkan kembali Normandia, menurut salah satu sumber, pertempuran lanjutan dicegah oleh Gereja.
Diketahui bahwa istri William, Matilda dari Flanders , ikut campur dalam perselisihan itu hingga kedua ayah dan anak itu berdamai, setelah berdamai kemudian mereka bersama mengambil bagian dalam invasi ke Skotlandia. Dalam perjalanannya kembali, Robert mendirikan benteng Norman baru di Newcastle, dan dia tetap di Inggris sampai setidaknya awal 1081.
Odo dari Bayeux saat itu memerintah sementara di inggris sementara saat William berada di Normandia. Pada 1082, William mendengar keluhan tentang perilaku Odo, dia kembali ke Inggris dan Odo ditangkap dan didakwa dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan penindasan, dinyatakan bersalah dia ditahan di penjara selama lima tahun ke depan.
Kematian William dan pembagian kekuasaan
Di kemudian hari William Sang Penakluk menjadi sangat gemuk. Pada tahun 1087 William diberitahu bahwa Raja Philip I dari Perancis menggambarkannya sebagai seorang wanita hamil. William sangat marah dan membuat serangan ke wilayah raja Philip I. Pada tanggal 15 Agustus dia menyerang dan menguasai kota Mantes dan kota itu habis dibakar, saat itulah dia jatuh dari kudanya dan menderita luka dalam. Ordericus Vitalis mengatakan bahwa karena dia "sangat lalai" dia "jatuh sakit karena panas yang berlebihan dan keletihannya yang luar biasa".
William dibawa ke biara St. Gervase, saat sudah dekat dengan kematian, ia mengatakan bahwa Robert Curthose harus menggantikannya di Normandia dan William Rufus harus menjadi raja Inggris. William berkata di ranjang kematiannya bahwa "Aku gemetar ketika aku merenungkan dosa memilukan yang membebani hati nuraniku, dan sekarang, aku akan dipanggil ke hadapan pengadilan Tuhan yang mengerikan, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku terlalu suka perang, aku dibesarkan dari masa kanak-kanak yang ternoda dengan aliran darah yang aku miliki. "
Robert Curthose
Robert Curthose adalah putra sulung William. Tidak seperti ayahnya, dia adalah pria pendek dan ayahnya memberinya julukan "Curthose" (sepatu pendek). Ia dideskripsikan oleh Ordericus Vitalis sebagai "cerewet dan bengal, sangat berani dan gagah berani dalam peperangan dengan suara keras dan lidah yang lancar ".
Robert saat berusia awal dua puluhan, bertempur dengan ayahnya untuk mengalahkan musuh-musuhnya pada tahun 1073. Suatu ketika Robert menyarankan agar William kembali ke Inggris dan dia seharusnya diizinkan memerintah Normandia. William yang saat itu berusia empat puluhan menolak dengan kata-kata: "Normandia adalah milikku oleh keturunan turun-temurun dari leluhurku dan aku tidak akan pernah sementara aku hidup melepaskan pemerintahannya". Robert tidak mau menerima keputusan ini dan bergabung dengan para bangsawan yang tidak puas di Brittany, Maine, dan Anjou. Selain karena hal itu, Robert juga diketahui tidak puas terhadap ayahnya karena ayahnya tidak membela dia saat dia dipermalukan oleh keusilan saudaranya, William Rufus dan Henry yang pada suatu hari karena iseng melempari dia dengan pot isi kotoran dari atas balkon kediaman mereka, hal itu memicu perkelahian antara Robert dan William rufus.
Robert mendapat dukungan dari Roger of Clare, putra Richard FitzGilbert dan ia mendirikan basis di Gerberoy . William dan pasukannya menyerang Robert pada bulan Desember 1078, selama pertempuran, William terluka di lengan dan dipaksa melarikan diri dari medan pertempuran, William dari Malmesbury mengatakan bahwa itu adalah penghinaan terbesar yang diderita William dalam seluruh karier militernya.
ilustrasi Robert minta ampun setelah mengetahui yang dilukai adalah ayahnya
William kembali ke Rouen dan dipaksa untuk bernegosiasi dengan lawan-lawannya: "Kelompok yang berpengaruh dari anggota senior aristokrasi Norman, termasuk Roger dari Montgomery, Hugh of Granmesnil, dan veteran Roger dari Beaumont, disatu kesempatan mereka juga berusaha untuk menghasilkan kesepakatan untuk kepentingan Robert dan rekan-rekannya, yang banyak di antara mereka adalah putra atau adik lelaki dari negosiator yang bernegosiasi. William setuju untuk mundur, tetapi pada tahun 1080 dia melakukan upaya lain untuk mendapatkan kembali Normandia, menurut salah satu sumber, pertempuran lanjutan dicegah oleh Gereja.
Diketahui bahwa istri William, Matilda dari Flanders , ikut campur dalam perselisihan itu hingga kedua ayah dan anak itu berdamai, setelah berdamai kemudian mereka bersama mengambil bagian dalam invasi ke Skotlandia. Dalam perjalanannya kembali, Robert mendirikan benteng Norman baru di Newcastle, dan dia tetap di Inggris sampai setidaknya awal 1081.
Odo dari Bayeux saat itu memerintah sementara di inggris sementara saat William berada di Normandia. Pada 1082, William mendengar keluhan tentang perilaku Odo, dia kembali ke Inggris dan Odo ditangkap dan didakwa dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan penindasan, dinyatakan bersalah dia ditahan di penjara selama lima tahun ke depan.
Kematian William dan pembagian kekuasaan
Di kemudian hari William Sang Penakluk menjadi sangat gemuk. Pada tahun 1087 William diberitahu bahwa Raja Philip I dari Perancis menggambarkannya sebagai seorang wanita hamil. William sangat marah dan membuat serangan ke wilayah raja Philip I. Pada tanggal 15 Agustus dia menyerang dan menguasai kota Mantes dan kota itu habis dibakar, saat itulah dia jatuh dari kudanya dan menderita luka dalam. Ordericus Vitalis mengatakan bahwa karena dia "sangat lalai" dia "jatuh sakit karena panas yang berlebihan dan keletihannya yang luar biasa".
William dibawa ke biara St. Gervase, saat sudah dekat dengan kematian, ia mengatakan bahwa Robert Curthose harus menggantikannya di Normandia dan William Rufus harus menjadi raja Inggris. William berkata di ranjang kematiannya bahwa "Aku gemetar ketika aku merenungkan dosa memilukan yang membebani hati nuraniku, dan sekarang, aku akan dipanggil ke hadapan pengadilan Tuhan yang mengerikan, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku terlalu suka perang, aku dibesarkan dari masa kanak-kanak yang ternoda dengan aliran darah yang aku miliki. "
William II Rufus anak kedua William I Raja Inggris
William Rufus
William Rufus disebut si merah karena kulitnya berwarna kemerahan, dia bukanlah seorang penguasa yang populer, dia tercatat sebagai raja yang nyentrik dan flamboyan, sangat keras dan garang, gila perang dan tidak segan-segan membantai secara brutal orang-orang yang melawannya. Dia tercatat tidak memiliki istri dan tidak tertarik pada perempuan.
Pembagian kekuasaan William the Conqueror menciptakan kesulitan politik karena sebagian besar bangsawan Norman memiliki perkebunan di kedua sisi wilayah tersebut. Odo dari Bayeux berkomentar: "Bagaimana kita bisa memberikan pelayanan yang baik untuk dua tuan yang saling bermusuhan dan jauh? Jika kita melayani Duke Robert dengan baik kita akan menyinggung adiknya William, dan dia akan menghalangi kita dari pendapatan dan kehormatan kita di Inggris. Di sisi lain jika kita mematuhi Raja William, Duke Robert akan mencabut kita dari patrimoni kita di Normandia".
Pada tahun 1088, beberapa orang Normandia , termasuk Odo dari Bayeux , Robert dari Mortain , Richard Fitz Gilbert , William Fitz Osbern dan Geoffrey of Coutances , memimpin pemberontakan melawan pemerintahan William Rufus untuk menempatkan saudaranya, Robert Curthose di atas takhta, namun sebagian besar orang Normandia di Inggris tetap setia dan Rufus bersama pasukannya berhasil menyerang dan menguasai benteng pemberontak di Tonbridge, Pevensey dan Rochester. Para pemimpin pemberontakan diasingkan kembali ke Normandia.
Pada bulan Februari 1091, Rufus secara pribadi memimpin pasukan ke Normandia timur laut melawan Robert Curthose. Robert menelan kekalahan dan menegosiasikan perdamaian dengan persyaratan yang sangat menguntungkan bagi Rufus. Intinya, perjanjian mereka mengatur pembagian Normandia di antara mereka. Rufus dan Curthose kemudian membidik ke barat melawan saudara mereka, Henry, memaksa Henry untuk kabur ke biara di puncak gunung Mont-St Michel. Curthose dan Rufus mengepung adik mereka hingga April 1091, dengan logistik yang semakin sedikit, Henry menyerah dan setuju untuk melepaskan biara dan meninggalkan Normandia.
Robert menemani Rufus ke Inggris pada musim gugur 1091, ia kembali ke Normandia pada bulan Desember tetapi mengalami kesulitan untuk mengendalikan wilayahnya, dia kemudian mengingkari perjanjian dengan saudara laki-lakinya, William rufus, pada bulan Februari 1094 William Rufus kembali ke Normandia dan sepanjang tahun 1094 hingga 1095 mereka terus berkonflik satu dengan yang lainnnya. Ordo Vitalis menunjukkan bahwa Rufus menguasai lebih dari dua puluh istana di Normandia.
William Rufus kemudian membentuk aliansi baru dengan adiknya Henry dan pada tahun 1096 Henry berada dibawah kekuasaannya. Robert bergabung dengan Perang Salib Pertama dan menjadi salah satu dari pemimpin pasukan salib yang terlibat dalam merebut Yerusalem pada 1099. Robert menikahi Sybilla dari Conversano, putri Geoffrey dari Brindisi , Count of Conversano dalam perjalanan pulang dari Perang Salib.
Kematian William Rufus
Pada tanggal 2 Agustus tahun 1100, Raja William Rufus pergi berburu di Brockenhurst di Hutan Baru, bersama dia ikut pula Gilbert de Clare dan adik lelakinya, Roger of Clare, Pria lain di pesta berburu adalah Walter Tirel , yang menikah dengan putri Richard de Clare, Adelize, juga ada adik William Rufus, Henry Beauclerk.
William dari Malmesbury menjelaskan apa yang terjadi selama perburuan dalam tulisannya "Matahari sudah mulai turun ketika raja membentangkan busurnya dan menembakan anak panah untuk melukai seekor rusa yang lewat di depannya, rusa itu terluka namun masih dapat berlari, Raja kemudian mengikuti rusa tersebut, pada saat itu Walter memutuskan untuk membunuh rusa lain, dan Oh, Tuhan, yang mulia! Panah itu menyasar dan menusuk dada raja, karena lukanya raja tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi mematahkan batang panah di mana tertancap di tubuhnya, hal itu mempercepat kematiannya, Walter segera berlari, dia melompat ke atas kudanya, dan kabur dengan kecepatan maksimal, memang saat itu tidak ada yang mengejarnya."
Walter Tirel melarikan diri ke Prancis dan tidak pernah kembali lagi ke Inggris, Kebanyakan orang mengharapkan Robert Curthose menjadi raja, namun Henry dengan sigap mengambil tindakan cepat untuk mendapatkan tahta. Begitu dia menyadari William Rufus sudah mati, Henry bergegas ke Winchester di mana uang pemerintah disimpan. Setelah menguasai perbendaharaan, Henry menyatakan dia adalah raja yang baru.
Didukung oleh Gilbert de Clare dan Roger of Clare , Henry dimahkotai pada tanggal 5 Agustus, meskipun Robert mengancam akan menyerang Inggris, ia akhirnya setuju untuk melakukan negosiasi dengan Henry, sebagai kompensasi untuk pembayaran tahunan sebesar £ 2.000 kepada Robert, maka Robert menerima Henry sebagai raja Inggris.
Pada tahun 1105 Raja Henry menginvasi Normandia dan merebut Bayeux dan Caen, kemudian dia kembali pada tahun berikutnya dan mengepung Kastil Tinchebray, yang dipegang oleh William of Mortain, salah satu dari beberapa bangsawan Norman yang masih setia kepada Robert. Setelah beberapa hari Duke Robert tiba dan mencoba untuk memecahkan pengepungan. Pertempuran hanya berlangsung satu jam dengan hasil sebagian besar pasukan Robert ditangkap atau dibunuh, pertempuran ini termasuk pertempuran yang penting selain Hasting karena berhasil mengalahkan kekuatan Robert. Henry memutuskan untuk memenjarakan saudaranya di Tower of London . Robert menghabiskan 28 tahun berikutnya di sana.
William II Rufus
William Rufus disebut si merah karena kulitnya berwarna kemerahan, dia bukanlah seorang penguasa yang populer, dia tercatat sebagai raja yang nyentrik dan flamboyan, sangat keras dan garang, gila perang dan tidak segan-segan membantai secara brutal orang-orang yang melawannya. Dia tercatat tidak memiliki istri dan tidak tertarik pada perempuan.
Pembagian kekuasaan William the Conqueror menciptakan kesulitan politik karena sebagian besar bangsawan Norman memiliki perkebunan di kedua sisi wilayah tersebut. Odo dari Bayeux berkomentar: "Bagaimana kita bisa memberikan pelayanan yang baik untuk dua tuan yang saling bermusuhan dan jauh? Jika kita melayani Duke Robert dengan baik kita akan menyinggung adiknya William, dan dia akan menghalangi kita dari pendapatan dan kehormatan kita di Inggris. Di sisi lain jika kita mematuhi Raja William, Duke Robert akan mencabut kita dari patrimoni kita di Normandia".
Pada tahun 1088, beberapa orang Normandia , termasuk Odo dari Bayeux , Robert dari Mortain , Richard Fitz Gilbert , William Fitz Osbern dan Geoffrey of Coutances , memimpin pemberontakan melawan pemerintahan William Rufus untuk menempatkan saudaranya, Robert Curthose di atas takhta, namun sebagian besar orang Normandia di Inggris tetap setia dan Rufus bersama pasukannya berhasil menyerang dan menguasai benteng pemberontak di Tonbridge, Pevensey dan Rochester. Para pemimpin pemberontakan diasingkan kembali ke Normandia.
Pada bulan Februari 1091, Rufus secara pribadi memimpin pasukan ke Normandia timur laut melawan Robert Curthose. Robert menelan kekalahan dan menegosiasikan perdamaian dengan persyaratan yang sangat menguntungkan bagi Rufus. Intinya, perjanjian mereka mengatur pembagian Normandia di antara mereka. Rufus dan Curthose kemudian membidik ke barat melawan saudara mereka, Henry, memaksa Henry untuk kabur ke biara di puncak gunung Mont-St Michel. Curthose dan Rufus mengepung adik mereka hingga April 1091, dengan logistik yang semakin sedikit, Henry menyerah dan setuju untuk melepaskan biara dan meninggalkan Normandia.
Robert menemani Rufus ke Inggris pada musim gugur 1091, ia kembali ke Normandia pada bulan Desember tetapi mengalami kesulitan untuk mengendalikan wilayahnya, dia kemudian mengingkari perjanjian dengan saudara laki-lakinya, William rufus, pada bulan Februari 1094 William Rufus kembali ke Normandia dan sepanjang tahun 1094 hingga 1095 mereka terus berkonflik satu dengan yang lainnnya. Ordo Vitalis menunjukkan bahwa Rufus menguasai lebih dari dua puluh istana di Normandia.
William Rufus kemudian membentuk aliansi baru dengan adiknya Henry dan pada tahun 1096 Henry berada dibawah kekuasaannya. Robert bergabung dengan Perang Salib Pertama dan menjadi salah satu dari pemimpin pasukan salib yang terlibat dalam merebut Yerusalem pada 1099. Robert menikahi Sybilla dari Conversano, putri Geoffrey dari Brindisi , Count of Conversano dalam perjalanan pulang dari Perang Salib.
Robert dalam perang salib 1
Kematian William Rufus
Pada tanggal 2 Agustus tahun 1100, Raja William Rufus pergi berburu di Brockenhurst di Hutan Baru, bersama dia ikut pula Gilbert de Clare dan adik lelakinya, Roger of Clare, Pria lain di pesta berburu adalah Walter Tirel , yang menikah dengan putri Richard de Clare, Adelize, juga ada adik William Rufus, Henry Beauclerk.
William dari Malmesbury menjelaskan apa yang terjadi selama perburuan dalam tulisannya "Matahari sudah mulai turun ketika raja membentangkan busurnya dan menembakan anak panah untuk melukai seekor rusa yang lewat di depannya, rusa itu terluka namun masih dapat berlari, Raja kemudian mengikuti rusa tersebut, pada saat itu Walter memutuskan untuk membunuh rusa lain, dan Oh, Tuhan, yang mulia! Panah itu menyasar dan menusuk dada raja, karena lukanya raja tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi mematahkan batang panah di mana tertancap di tubuhnya, hal itu mempercepat kematiannya, Walter segera berlari, dia melompat ke atas kudanya, dan kabur dengan kecepatan maksimal, memang saat itu tidak ada yang mengejarnya."
William Rufus terbunuh
Walter Tirel melarikan diri ke Prancis dan tidak pernah kembali lagi ke Inggris, Kebanyakan orang mengharapkan Robert Curthose menjadi raja, namun Henry dengan sigap mengambil tindakan cepat untuk mendapatkan tahta. Begitu dia menyadari William Rufus sudah mati, Henry bergegas ke Winchester di mana uang pemerintah disimpan. Setelah menguasai perbendaharaan, Henry menyatakan dia adalah raja yang baru.
Didukung oleh Gilbert de Clare dan Roger of Clare , Henry dimahkotai pada tanggal 5 Agustus, meskipun Robert mengancam akan menyerang Inggris, ia akhirnya setuju untuk melakukan negosiasi dengan Henry, sebagai kompensasi untuk pembayaran tahunan sebesar £ 2.000 kepada Robert, maka Robert menerima Henry sebagai raja Inggris.
Pada tahun 1105 Raja Henry menginvasi Normandia dan merebut Bayeux dan Caen, kemudian dia kembali pada tahun berikutnya dan mengepung Kastil Tinchebray, yang dipegang oleh William of Mortain, salah satu dari beberapa bangsawan Norman yang masih setia kepada Robert. Setelah beberapa hari Duke Robert tiba dan mencoba untuk memecahkan pengepungan. Pertempuran hanya berlangsung satu jam dengan hasil sebagian besar pasukan Robert ditangkap atau dibunuh, pertempuran ini termasuk pertempuran yang penting selain Hasting karena berhasil mengalahkan kekuatan Robert. Henry memutuskan untuk memenjarakan saudaranya di Tower of London . Robert menghabiskan 28 tahun berikutnya di sana.
Henry I anak ketiga William I raja selanjutnya
Pemerintahan Henry I
Setelah kematian William Rufus, Henry menikah dengan Matilda dari Skotlandia. Dia mengakui menjadi ayah dari lebih dari dua puluh anak haram tetapi bertekad untuk memiliki pewaris yang sah. Menurut William dari Malmesbury , Henry sangat mencintai istrinya yang baru. Matilda kemudian melahirkan seorang anak perempuan pada tahun 1102, diberi nama sama seperti ibunya, Matilda, kemudian lahir pula seorang putra diberi nama William Adelin pada tahun 1103.
Matilda adalah seorang Kristen yang taat, menurut penulis biografinya, Lois L. Huneycutt , "Matilda sangat tertarik dengan perawatan penderita kusta dan pada satu kesempatan mencuci dan mencium kaki sekelompok penderita yang telah diundang ke kediamannya. Dia membangun rumah sakit lepra di luar London, Pekerjaan baik lainnya termasuk pembangunan beberapa jembatan di Surrey dan Essex dan pemandian umum di London"s Queenhithe. Matilda juga dikenal karena minat sastra dan musiknya. " Matilda meninggal pada tahun 1118.
Henry adalah seseorang yang mampu melakukan tindakan yang sangat kejam. Salah satu kasus yang buruk melibatkan anak-anak dari anak perempuan haramnya, Juliane, suaminya, Eustace de Pacy berkonflik dengan Ralph Harnec, salah satu pejabat Henry, pada tahun 1119, Ralph menyandera anak-anak Juliane sebagai sandera, karena Ralph mengklaim bahwa salah satu anaknya kehilangan penglihatan, Harnec menuntut pembalasan dan Henry setuju bahwa dia bisa mengambil mata dua cucu perempuannya sendiri. Ordericus Vitalis satu-satunya sumber dari cerita ini berkomentar, "masa kanak-kanak yang polos, yang harus menderita untuk dosa-dosa ayah mereka." Ketika dia mendengar berita tentang anak-anaknya, Juliane marah dan mengambil panah dalam upaya untuk mencoba membunuh ayahnya.
Henry hanya memiliki 1 putra sah, William, dia diberikan gelar Adipati Normandia dan dipersiapkan untuk menjadi raja Inggris berikutnya. Menurut William dari Malmesbury , "dia dilatih untuk suksesi dengan harapan baik dan perhatian besar".
Pada bulan November 1120 Henry dan anaknya, William kembali dari Normandia dengan perahu. Henry berlayar lebih dulu, setelah menolak tawaran kapal baru - Kapal Putih - dari Thomas Fitzstephen. Kapal berlayar dengan awak yang mabuk dan penumpang tidak dalam kondisi fit untuk perjalanan malam, dimana perahu itu juga kelebihan beban dan kemudian tenggelam.
Setelah anaknya William tewas, Henry menikahi Adeliza dari Louvain dengan harapan mendapatkan pewaris laki-laki baru. Adeliza, berusia 18 tahun dan dianggap sangat cantik, tetapi Henry sekarang berusia lima puluhan dan pernikahannya tidak menghasilkan anak. Setelah empat tahun menikah dia memanggil semua baronnya dan memaksa mereka untuk bersumpah bahwa mereka akan menerima putrinya, Matilda , sebagai penguasa mereka kelak setelah kematiannya yang tanpa ahli waris laki-laki.
William the Conqueror telah menghapus hukuman mati dengan ganti hukuman mutilasi dan bentuk hukuman yang kurang fatal lainnya. Henry menolak gagasan ini dan mengembalikan hukuman mati untuk kejahatan tertentu, tercatat pada tahun 1124, 44 pencuri digantung pada hari yang sama. Tahun berikutnya ia memerintahkan bahwa "para moneyer yang mengeluarkan koin palsu" harus dimutilasi tanpa memiliki hak dalam pengadilan.
Raja Henry I meninggal pada 1 Desember 1135. Selama pemerintahannya selama 35 tahun, Henry hanya sedikit mengalami kesulitan untuk mempertahankan kekuasaan. Seorang penulis biografi berkomentar: "Henry adalah seorang pria yang keras dan tahu bagaimana caranya membuat orang-orang tetap setia kepadanya, dia mungkin tidak memenangkan hati mereka tetapi mereka menantikan hadiah yang dia tawarkan dan mereka tentu saja takut akan kemarahannya, dia adalah orang yang hati-hati, tenang, kasar dan metodis, dia memilih orang-orang terdekatnya untuk melayaninya, dan dari tahun 1102 sampai akhir masa pemerintahannya tidak ada pemberontakan di Inggris. Seorang raja yang bisa menjaga perdamaian selama lebih dari tiga puluh tahun adalah seorang yang ahli dalam seni perpolitikan."
Henry I
Setelah kematian William Rufus, Henry menikah dengan Matilda dari Skotlandia. Dia mengakui menjadi ayah dari lebih dari dua puluh anak haram tetapi bertekad untuk memiliki pewaris yang sah. Menurut William dari Malmesbury , Henry sangat mencintai istrinya yang baru. Matilda kemudian melahirkan seorang anak perempuan pada tahun 1102, diberi nama sama seperti ibunya, Matilda, kemudian lahir pula seorang putra diberi nama William Adelin pada tahun 1103.
Matilda adalah seorang Kristen yang taat, menurut penulis biografinya, Lois L. Huneycutt , "Matilda sangat tertarik dengan perawatan penderita kusta dan pada satu kesempatan mencuci dan mencium kaki sekelompok penderita yang telah diundang ke kediamannya. Dia membangun rumah sakit lepra di luar London, Pekerjaan baik lainnya termasuk pembangunan beberapa jembatan di Surrey dan Essex dan pemandian umum di London"s Queenhithe. Matilda juga dikenal karena minat sastra dan musiknya. " Matilda meninggal pada tahun 1118.
Henry adalah seseorang yang mampu melakukan tindakan yang sangat kejam. Salah satu kasus yang buruk melibatkan anak-anak dari anak perempuan haramnya, Juliane, suaminya, Eustace de Pacy berkonflik dengan Ralph Harnec, salah satu pejabat Henry, pada tahun 1119, Ralph menyandera anak-anak Juliane sebagai sandera, karena Ralph mengklaim bahwa salah satu anaknya kehilangan penglihatan, Harnec menuntut pembalasan dan Henry setuju bahwa dia bisa mengambil mata dua cucu perempuannya sendiri. Ordericus Vitalis satu-satunya sumber dari cerita ini berkomentar, "masa kanak-kanak yang polos, yang harus menderita untuk dosa-dosa ayah mereka." Ketika dia mendengar berita tentang anak-anaknya, Juliane marah dan mengambil panah dalam upaya untuk mencoba membunuh ayahnya.
Henry hanya memiliki 1 putra sah, William, dia diberikan gelar Adipati Normandia dan dipersiapkan untuk menjadi raja Inggris berikutnya. Menurut William dari Malmesbury , "dia dilatih untuk suksesi dengan harapan baik dan perhatian besar".
Pada bulan November 1120 Henry dan anaknya, William kembali dari Normandia dengan perahu. Henry berlayar lebih dulu, setelah menolak tawaran kapal baru - Kapal Putih - dari Thomas Fitzstephen. Kapal berlayar dengan awak yang mabuk dan penumpang tidak dalam kondisi fit untuk perjalanan malam, dimana perahu itu juga kelebihan beban dan kemudian tenggelam.
Tenggelamnya kapal putih
Setelah anaknya William tewas, Henry menikahi Adeliza dari Louvain dengan harapan mendapatkan pewaris laki-laki baru. Adeliza, berusia 18 tahun dan dianggap sangat cantik, tetapi Henry sekarang berusia lima puluhan dan pernikahannya tidak menghasilkan anak. Setelah empat tahun menikah dia memanggil semua baronnya dan memaksa mereka untuk bersumpah bahwa mereka akan menerima putrinya, Matilda , sebagai penguasa mereka kelak setelah kematiannya yang tanpa ahli waris laki-laki.
Matilda, anak perempuan Henry
William the Conqueror telah menghapus hukuman mati dengan ganti hukuman mutilasi dan bentuk hukuman yang kurang fatal lainnya. Henry menolak gagasan ini dan mengembalikan hukuman mati untuk kejahatan tertentu, tercatat pada tahun 1124, 44 pencuri digantung pada hari yang sama. Tahun berikutnya ia memerintahkan bahwa "para moneyer yang mengeluarkan koin palsu" harus dimutilasi tanpa memiliki hak dalam pengadilan.
Raja Henry I meninggal pada 1 Desember 1135. Selama pemerintahannya selama 35 tahun, Henry hanya sedikit mengalami kesulitan untuk mempertahankan kekuasaan. Seorang penulis biografi berkomentar: "Henry adalah seorang pria yang keras dan tahu bagaimana caranya membuat orang-orang tetap setia kepadanya, dia mungkin tidak memenangkan hati mereka tetapi mereka menantikan hadiah yang dia tawarkan dan mereka tentu saja takut akan kemarahannya, dia adalah orang yang hati-hati, tenang, kasar dan metodis, dia memilih orang-orang terdekatnya untuk melayaninya, dan dari tahun 1102 sampai akhir masa pemerintahannya tidak ada pemberontakan di Inggris. Seorang raja yang bisa menjaga perdamaian selama lebih dari tiga puluh tahun adalah seorang yang ahli dalam seni perpolitikan."
Sumber
Sumber
Sumber
No comments:
Write comments