#MenghitungNilaiKartuKompensasiBBM
Oleh: Mohammed Adri
Saya pernah kehilangan kartu ATM di sebuah Bank Daerah dan dikenakan biaya Rp. 10.000,- buat penggantian kartunya, di Bank
Nasional Rp. 15.000,- dan di Bank Swasta Nasional dikatakan Kartunya
gratis, namun biaya administrasi Rp. 20.000,-. (Efek dari dompet
berpindah tangan).
Suatu
waktu saya tanya ke teman yg punya gawean bikin Kartu Anggota, buat
bikin "Kartu Pelanggan" di sebuah kedai kecil saya, maka jatuhnya hampir
sama antara Rp.10.000 - Rp.15.000 tergantuang jumlah cetakan kartunya.
(Blm mungkin utk Toko kecil saya buat oplahannya dalam ribuan kartu).
Kira-kira berapa ya biaya untuk membuat 3 kartu bagi 200 juta rakyat
Indonesia yg membutuhkan kartu? (Dg asumsi 20% Penduduk sdh masuk
kategori Sejahtera dari 250 juta WNI)
- Asumsi dasarnya adalah jika satu kartu Rp. 10.000'- saja, maka akan dihabiskan Rp. 6 Triliun utk pembuatan kartu saja. (Hitungan dasarnya Rp. 10.000,- x 3 x 200 juta)
- Lalu berapa kira-kira biaya utk distribusinya?. Kalau diambil rata2 Rp. 5.000'- juga per-kartu maka totalnya Rp. 3 Triliun lagi
- Jadi Rp. 9 Trilun dari 20 Trilun nilai subsidi hanya habis utk urusan Kartu. Dan ternyata angka ini hampir sama besar dengan biaya utk membangun 3-5 buah proyek Hambalang yg dikorupsi.
- Padahal dana yang Rp. 9 Triliun tsb dapat digunakan utk subsidi Petani, Nelayan, Buruh, Angkutan Umum dll, jika Pemerintah berkenan menggunakan dulu kartu yg sudah ada, seperti BPJS (cantolan buat KIS), e-KTP yg sudah rampung 100% versi Kemendagri dan beberapa bentuk program lainnya yg sudah berjalan.
- Bagaimana kalau pengembang Kartu ini kemudian mengambil "asas manfaat" Rp. 1.000,- saja perkartu, maka akan ada Rp. 600 Miliar "dana asas" ini menjadi siluman.
- Bagaimana dg pak RT, RW, Lurah yang merasa berjasa dalam menetapkan sesorang sebagai penerima kartu? (Mudah2n saja yang ini 0% berkat pengawasan yg melekat) maka akan juga ada dana kompensasi yg "teralihkan" dari penerima semestinya.
- Bagaimana dengan "oknum"/ "personal" di level Pemda yang ikut bermain? (Maaf bukan bermaksud skeptis, tapi melihat dr yang telah terjadi dan sama berdo'a kita semoga saja 0%)
Oleh sebab itu, nggak mesti gengsi kan buat nerusin Program Pemerintah sebelumnya yg memang sudah berjalan baik?
Program kartu ini sangat bagus, kalau terkelola dengan benar dan baik
sebagaimana pada beberapa negara maju. Kenapa mereka begitu takut thd
perilaku kriminal dan kecurangan lainnya? Karena semuanya diatur oleh
sistem yang bersumber dari sistem "single ID" ini.
Apalagi kalau
chip e-KTP benar-benar difungsikan sbg "Enabler" dalam e-Government,
sehingga cukup 1 kartu itu saja akan dapat digunakan untuk menampung
semua data kependudukan, bukan hanya sekedar data ketiga kartu yang
direncanakan.
Mungkin ada alasan ternyata server chip e-ktp ada
di luar negeri, kita ambil saja model pengelolaan Kartu ATM oleh Bank yg
dapat digunakan utk berbagai kebutuhan transaksi keuangan, kapan perlu
jalin kerjasama dengan salah satu Bank Nasional milik Pemerintah.
Sekarang e-KTP dinon aktifkan fungsi Chipnya, dan data kependudukan di
uptodate kan dg e-KTP, maka dana Rp. 9 Triliun tadi akan terselamatkan.
Alangkah lebih bijak kalau dipastikan dulu ketepat sasaran target kartu
tersebut serta terdistribusi normal di seluruh nusantara dan masyarakat
penggunanya faham betul bagaimana mengelola hidup dg ketiga kartu
tersebut.
Instrumen apa yang akurat utk digunakan sebagai alat
ukur standar bagi penerima kartu tsb? Kriteria dan persyaratannya harus
jelas. Misalnya apakah Pengusaha Angkutan Kota yang punya 10 angkutan
layak dapat subsidi juga? Bisa saja kemudian "oknum" ini menyedot BBM
dari angkutannya utk digunakan pd kendaraan pribadi, (bagaimana proses
kontrolnya). Bagaimana dg PNS golongan I dan II ug sering terkebiri
haknya karna status PNS-nya, sementara ada petani yg punya sawah dan
ladang puluhan hektar, peternak punya ratusan ekor sapi dll, dapat
kompensasi.
Maka langkah awal barangkali data ini yang terlebih
dahulu dibenahi, sehingga begitu Subsidi BBM dialihkan, program
pengalihan sudah tampak jelas, target penerima dapat
dipertanghungjawabkan secara hukum dan negara, bukan program siluman yg
berlindung atas nama 3 kartu.
Perlu ujicoba dg sampel, minimal
di tiga Propinsi misalnya DKI Jakarta (pusat kemajemukan warga negara),
satu propinsi luar Jawa dan satunya lagi Propinsi terluar misalnya
Papua. Lakukan analisis mendalam terhadap ketiga wilayah tersebut, baik
pada aspek rintangan, hambatan, faktor dominan keberhasilan program dsb,
sehingga ketika di nasionalisasikan potensi gangguan sistem, rintanga
dan hambatan yg mungkin muncul telah diantisipasi lebih awal.
Ketika keberhasilannya tampak, sebagaimana program konversi Minyak Tanah
ke Gas Elpiji oleh pak SBY-JK dulu, yang melalui proses ujicoba, maka
masyarakat akan menerima program kartu ini dg baik.
Dan Program Pengalihan subsidi BBM akan bisa terjamin berjalan baik dan tepat sasaran.
No comments:
Write comments