Halo semua..
Numpang berbagi cerita perjalanan saya ke Jepang pada waktu Natal kemaren (2017). Walaupun uda banyak FR Jepang lainnya, tapi saya yakin tiap perjalanan memiliki keunikan masing-masing. Semoga FR saya bisa membantu orang-orang yang punya ketertarikan sama dengan saya.
Okay, let's start..
LAMA PERJALANAN
18 hingga 26 Desember 2017 (9 hari 8 malam)
Rate Kurs: JPY 1 = IDR 122
Numpang berbagi cerita perjalanan saya ke Jepang pada waktu Natal kemaren (2017). Walaupun uda banyak FR Jepang lainnya, tapi saya yakin tiap perjalanan memiliki keunikan masing-masing. Semoga FR saya bisa membantu orang-orang yang punya ketertarikan sama dengan saya.
Okay, let's start..
LAMA PERJALANAN
18 hingga 26 Desember 2017 (9 hari 8 malam)
Rate Kurs: JPY 1 = IDR 122
VISA
Pembuatan visanya mudah, hanya perlu memenuhi syarat yang diminta. Waktu kerja-nya juga singkat, 1 minggu untuk paspor biasa, dan 1-2 hari untuk paspor eletronik. Dikarenakan halangan pekerjaan, akhirnya saya menggunakan jasa pembuatan visa di salah satu tur.
Biayanya IDR 650,000 untuk single entry. Apabila mau mengerjakan sendiri, pembuatan visa Jepang dari September 2017 lalu dibantu oleh pihak ketiga yang kantornya ada di Lotte Shopping Avenue lantai 4. Jadi bukan di kedutaan yang dekat PI lagi.
Ada drama sedikit ketika saya buat visa Jepang ini. Photo yang tertera di visa saya tertukar dengan teman. Padahal pada saat penyerahan dokumennya terpisah. Alhasil, visa saya keluar setelah hampir 3 minggu karena harus dibuat kembali, dan saya diminta untuk menyerahkan ulang seluruh dokumen permohonan. Untuk dokumennya, jangan ada yang di-klip atau di-staples, dan wajib menggunakan kertas A4 ya.
Pembuatan visanya mudah, hanya perlu memenuhi syarat yang diminta. Waktu kerja-nya juga singkat, 1 minggu untuk paspor biasa, dan 1-2 hari untuk paspor eletronik. Dikarenakan halangan pekerjaan, akhirnya saya menggunakan jasa pembuatan visa di salah satu tur.
Biayanya IDR 650,000 untuk single entry. Apabila mau mengerjakan sendiri, pembuatan visa Jepang dari September 2017 lalu dibantu oleh pihak ketiga yang kantornya ada di Lotte Shopping Avenue lantai 4. Jadi bukan di kedutaan yang dekat PI lagi.
Ada drama sedikit ketika saya buat visa Jepang ini. Photo yang tertera di visa saya tertukar dengan teman. Padahal pada saat penyerahan dokumennya terpisah. Alhasil, visa saya keluar setelah hampir 3 minggu karena harus dibuat kembali, dan saya diminta untuk menyerahkan ulang seluruh dokumen permohonan. Untuk dokumennya, jangan ada yang di-klip atau di-staples, dan wajib menggunakan kertas A4 ya.
PESAWAT
Saya menggunakan Japanese Airlines (JAL), direct flight dari Soetta Airport ke Narita Airport (7 jam 20 menit). Beruntung banget dapat promo pas lagi iseng ngecek di kantor. Biasanya tiket JAL adalah salah satu yang mahal, terutama pada tanggal keberangkatan yang saya pilih (blackout date). Saya dapat di harga IDR 5,800,000.
Kualitas kelas ekonomi JAL ga perlu dipertanyakan lagi. Pada tahun 2017, JAL mendapat predikat maskapai dengan kursi ekonomi terbaik untuk penerbangan internasional versi SKYTRAX. Pramugarinya super ramah, ruang kakinya luas, dan ada plug USB buat nge-charge. Konfigurasi tempat duduknya 2-3-2. Selama perjalanan, ada menu minuman yang bisa dipilih mulai dari air mineral, jus, kopi, hingga minuman berakohol (wine, beer, sake, dll.). Namun sayangnya, makanannya kurang cocok di lidah saya. Bagi yang punya alergi atau preferensi makanan tertentu (cth: vegetarian), kamu bisa request special food ketika melakukan pemesanan tiket. Oh ya, makanannya halal semua baik dari pergi maupun pulang. Untuk masalah bagasi, keberangkatan musim dingin dapat jatah 2 x 23 kg.
Airplane Food
Saya menggunakan Japanese Airlines (JAL), direct flight dari Soetta Airport ke Narita Airport (7 jam 20 menit). Beruntung banget dapat promo pas lagi iseng ngecek di kantor. Biasanya tiket JAL adalah salah satu yang mahal, terutama pada tanggal keberangkatan yang saya pilih (blackout date). Saya dapat di harga IDR 5,800,000.
Kualitas kelas ekonomi JAL ga perlu dipertanyakan lagi. Pada tahun 2017, JAL mendapat predikat maskapai dengan kursi ekonomi terbaik untuk penerbangan internasional versi SKYTRAX. Pramugarinya super ramah, ruang kakinya luas, dan ada plug USB buat nge-charge. Konfigurasi tempat duduknya 2-3-2. Selama perjalanan, ada menu minuman yang bisa dipilih mulai dari air mineral, jus, kopi, hingga minuman berakohol (wine, beer, sake, dll.). Namun sayangnya, makanannya kurang cocok di lidah saya. Bagi yang punya alergi atau preferensi makanan tertentu (cth: vegetarian), kamu bisa request special food ketika melakukan pemesanan tiket. Oh ya, makanannya halal semua baik dari pergi maupun pulang. Untuk masalah bagasi, keberangkatan musim dingin dapat jatah 2 x 23 kg.
Airplane Food
PENGINAPAN
Di Jepang ada banyak opsi untuk penginapan, mulai dari business hotel, capsule hotel, ryokan (penginapan tradisional), hostel, Airbnb, dan hotel. Untuk perjalanan kali ini, saya memilih untuk menginap di hotel New Hankyu di Kyoto, dan Airbnb di Tokyo.
Ketika memilih penginapan, saya menyesuaikan dengan preferensi teman-teman seperjalanan. Saya pribadi sangat tidak menyukai ruangan mikro tanpa jendela, sedangkan teman saya tidak nyaman berbagi kamar mandi dengan orang yang tidak dikenal. Oleh karena itu, capsule hotel dan hostel dicoret dari list.
Opsi lain adalah business hotel. Menurut saya ini lebih cocok untuk solo traveler kalau dilihat dari ukuran kamarnya yang mini. Di dalamnya hanya dilengkapi dengan ranjangnya ukuran single atau double (uk. 140 cm) yang posisinya menempel ke tembok. Bagi pasangan mungkin masih bisa menggunakan double bed. Tapi bagi yang bareng teman rasanya tidak nyaman sekali, dan kamarnya juga tidak muat untuk barang bawaan dua orang dewasa.
Selain tipe penginapan, pertimbangan lainnya adalah lokasi. Sebisa mungkin pilih penginapan yang dekat dengan stasiun kereta atau halte bus, untuk menghemat tenaga dan biaya transportasi. Untuk budget penginapan, saya biasa mencari dikisaran IDR 500k-700k per malam untuk per orang.
Hotel ini punya lokasi yang okay banget. Letaknya di seberang Kyoto Station dan halte bus. Tinggal keluar dari Central Exit Kyoto Station, exit yang sama dengan arah Kyoto Tower. Jalan ga jauh dari hotel, banyak tempat perbelanjaan. Ukuran ruangannya juga lumayan besar untuk standar Jepang. Rate per harinya, saya dapat di IDR 1,200,000 per malam untuk kamar Twins.
Ruangan Kamar
Mengingat harga hotel di Tokyo cukup mahal, saya mencoba jasa Airbnb sesuai rekomendasi teman dan beberapa blog travel. Jujur aja setelah pengalaman ini, saya masih bimbang apakah kedepannya mau pakai Airbnb lagi.
Lokasi apartemennya strategis banget, hanya 5 menit dari JR Shibuya Station. Menyusuri jalan menurun, kemudian naik jembatan penyeberangan. Sekelilingnya penuh restoran kecil dan fast food chain seperti Sukiya, juga ada banyak mini mart. Posisinya di belakang Hotel Shibuya Granbell, salah satu hotel yang pernah dapat Certificate of Excellence dari Trip Advisor.
Masalah saya ada di apartemennya. Padahal review-nya sangat positif, dan schedule-nya juga full booked. Pertama, ruangannya bau apek karena terlalu lembab. Jendela uda dibuka tapi tetap saja tidak mau hilang. Setau saya memang di musim dingin ruangan menjadi lembab. Namun, kalau dilakukan deep cleansing, diatur sirkulasi udaranya dan diberikan pewangi, saya rasa bisa dihindari bau apeknya.
Ruangannya tipe studio, jadi super mungil untuk empat orang dengan koper. Lebih cocok untuk berdua. Memang saya diinfokan di Tokyo ukuran ruangannya mini. Tapi saya ga kebayang bakal sekecil itu kamar mandinya. Benar-benar tempat untuk bergeraknya sangat terbatas. Sampai saya selalu menabrak kanan kiri setiap berbalik badan.
Untuk ranjang disediakan dua double bed dan dua matras yang harus dirapikan sendiri. Tapi matrasnya sangat berdebu. Akhirnya saya memilih tidur di sofa saja, dan tiga teman saya berbagi double bed. Sofanya walaupun telah dilapisi kain, juga berbau lembab dan seperti tidak dibersihkan. Untungnya disediakan banyak handuk bersih. Jadi saya gunakan handuknya sebagai alas.
Hal yang paling buat saya ga suka banget di apartemen ini adalah beberapa malam ada teriakan-teriakan ala film horror (mirip orang lagi dipukulin) dari tetangga di atas. Karena saya tipe light sleeper, saya gampang terbangun ketika ada suara. Awalnya saya kira suara anjing yang sedang gelisah. Saya ingat sekali pertama kali dengar, waktu itu masih jam 3 pagi. Ga berapa lama suara teriakan dimulai, salah seorang teman saya terbangun juga. Dia yang meyakinkan saya kalau suara itu 100% bukan dari binatang peliharan, karena dia punya beberapa ekor anjing di rumahnya. Suaranya ga berhenti, mungkin sampai 10 menit-an. Kedua kalinya, saya dengar lagi di hari ketiga. Kejadiannya sama, hanya berbeda waktunya. Kali ini jam setengah 5 pagi. Beneran buat sangat tidak nyaman, apalagi kita juga ga pernah ketemu atau mendengar satu pun tetangga selama di sana.
Memang pengalaman Airbnb pertama yang kurang menyenangkan. Di satu sisi memang Airbnb lebih murah, namun ada beberapa hal, (kebersihan, keamanan, dan pelayanan) yang tidak sebaik apabila kita menginap di hotel. Tapi saya yakin kali ini saya-nya saja yang kurang beruntung. Maybe next time, I"ll ask for more recommendations.
Di Jepang ada banyak opsi untuk penginapan, mulai dari business hotel, capsule hotel, ryokan (penginapan tradisional), hostel, Airbnb, dan hotel. Untuk perjalanan kali ini, saya memilih untuk menginap di hotel New Hankyu di Kyoto, dan Airbnb di Tokyo.
Ketika memilih penginapan, saya menyesuaikan dengan preferensi teman-teman seperjalanan. Saya pribadi sangat tidak menyukai ruangan mikro tanpa jendela, sedangkan teman saya tidak nyaman berbagi kamar mandi dengan orang yang tidak dikenal. Oleh karena itu, capsule hotel dan hostel dicoret dari list.
Opsi lain adalah business hotel. Menurut saya ini lebih cocok untuk solo traveler kalau dilihat dari ukuran kamarnya yang mini. Di dalamnya hanya dilengkapi dengan ranjangnya ukuran single atau double (uk. 140 cm) yang posisinya menempel ke tembok. Bagi pasangan mungkin masih bisa menggunakan double bed. Tapi bagi yang bareng teman rasanya tidak nyaman sekali, dan kamarnya juga tidak muat untuk barang bawaan dua orang dewasa.
Selain tipe penginapan, pertimbangan lainnya adalah lokasi. Sebisa mungkin pilih penginapan yang dekat dengan stasiun kereta atau halte bus, untuk menghemat tenaga dan biaya transportasi. Untuk budget penginapan, saya biasa mencari dikisaran IDR 500k-700k per malam untuk per orang.
NEW HANKYU KYOTO - Kyoto Station
Score: 4/5
Tampak Depan
Score: 4/5
Tampak Depan
Hotel ini punya lokasi yang okay banget. Letaknya di seberang Kyoto Station dan halte bus. Tinggal keluar dari Central Exit Kyoto Station, exit yang sama dengan arah Kyoto Tower. Jalan ga jauh dari hotel, banyak tempat perbelanjaan. Ukuran ruangannya juga lumayan besar untuk standar Jepang. Rate per harinya, saya dapat di IDR 1,200,000 per malam untuk kamar Twins.
Ruangan Kamar
TOKYO APARTMENT - Shibuya
Score: 2.5/5
Tampak Kamar
Score: 2.5/5
Tampak Kamar
Mengingat harga hotel di Tokyo cukup mahal, saya mencoba jasa Airbnb sesuai rekomendasi teman dan beberapa blog travel. Jujur aja setelah pengalaman ini, saya masih bimbang apakah kedepannya mau pakai Airbnb lagi.
Lokasi apartemennya strategis banget, hanya 5 menit dari JR Shibuya Station. Menyusuri jalan menurun, kemudian naik jembatan penyeberangan. Sekelilingnya penuh restoran kecil dan fast food chain seperti Sukiya, juga ada banyak mini mart. Posisinya di belakang Hotel Shibuya Granbell, salah satu hotel yang pernah dapat Certificate of Excellence dari Trip Advisor.
Masalah saya ada di apartemennya. Padahal review-nya sangat positif, dan schedule-nya juga full booked. Pertama, ruangannya bau apek karena terlalu lembab. Jendela uda dibuka tapi tetap saja tidak mau hilang. Setau saya memang di musim dingin ruangan menjadi lembab. Namun, kalau dilakukan deep cleansing, diatur sirkulasi udaranya dan diberikan pewangi, saya rasa bisa dihindari bau apeknya.
Ruangannya tipe studio, jadi super mungil untuk empat orang dengan koper. Lebih cocok untuk berdua. Memang saya diinfokan di Tokyo ukuran ruangannya mini. Tapi saya ga kebayang bakal sekecil itu kamar mandinya. Benar-benar tempat untuk bergeraknya sangat terbatas. Sampai saya selalu menabrak kanan kiri setiap berbalik badan.
Untuk ranjang disediakan dua double bed dan dua matras yang harus dirapikan sendiri. Tapi matrasnya sangat berdebu. Akhirnya saya memilih tidur di sofa saja, dan tiga teman saya berbagi double bed. Sofanya walaupun telah dilapisi kain, juga berbau lembab dan seperti tidak dibersihkan. Untungnya disediakan banyak handuk bersih. Jadi saya gunakan handuknya sebagai alas.
Hal yang paling buat saya ga suka banget di apartemen ini adalah beberapa malam ada teriakan-teriakan ala film horror (mirip orang lagi dipukulin) dari tetangga di atas. Karena saya tipe light sleeper, saya gampang terbangun ketika ada suara. Awalnya saya kira suara anjing yang sedang gelisah. Saya ingat sekali pertama kali dengar, waktu itu masih jam 3 pagi. Ga berapa lama suara teriakan dimulai, salah seorang teman saya terbangun juga. Dia yang meyakinkan saya kalau suara itu 100% bukan dari binatang peliharan, karena dia punya beberapa ekor anjing di rumahnya. Suaranya ga berhenti, mungkin sampai 10 menit-an. Kedua kalinya, saya dengar lagi di hari ketiga. Kejadiannya sama, hanya berbeda waktunya. Kali ini jam setengah 5 pagi. Beneran buat sangat tidak nyaman, apalagi kita juga ga pernah ketemu atau mendengar satu pun tetangga selama di sana.
Memang pengalaman Airbnb pertama yang kurang menyenangkan. Di satu sisi memang Airbnb lebih murah, namun ada beberapa hal, (kebersihan, keamanan, dan pelayanan) yang tidak sebaik apabila kita menginap di hotel. Tapi saya yakin kali ini saya-nya saja yang kurang beruntung. Maybe next time, I"ll ask for more recommendations.
TRANSPORTASI
Selama di Jepang, saya menggunakan kombinasi JR Pass dan IC Card (Pasmo / Suica). JR Pass memang mahal, tapi benar-benar worth it kalo ada rencana untuk berpindah kota yang jaraknya berjauhan. JR Pass mencakup Shinkansen (Hikari & Kodama), NEX (Narita Express), JR Train, JR Bus, dan JR Ferries. Sebelum beli JR Pass, pastikan dulu itinerary perjalanan kamu buat menentukan perlu beli atau tidak.
Voucher JR Pass dapat ditukar di kantor JR Ticket Sevice (warna signage-nya hijau atau merah). Ketika mengaktifkan JR Pass, kamu bisa memilih tanggal kapan pertama kali akan digunakan. Rugi kalau diaktifkan tapi tidak terpakai sama sekali di hari itu, karena tetap dihitung full 1 hari. Kamu juga bisa membuat reservasi tempat duduk di Shinkansen, NEX (Narita Express - bagian dari JR) dan Skyliner (kantor berbeda dengan JR).
Untuk JR Pass ada beberapa macam jenisnya. Saya menggunakan JR Wide Pass yang meliputi hampir seluruh wilayah Jepang. Kalau kamu hanya mengunjungi beberapa wilayah tertentu, misal daerah Kansai saja, kamu bisa mengecek JR Kansai Wide Pass. Tentunya harga JR Pass per daerah lebih murah dibandingkan JR Wide Pass. Harga voucher JR Pass Wide Pass adalah IDR 3,230,000. Saya beli di tour di online marketplace.
Saran saya apabila sudah punya jadwal keberangkatan pasti, terutama di high season, jangan lupa reservasi tempat duduk. Kalau di Narita Airport Terminal 2, kantor JR ada di lantai B1. Di lantai itu ada kantor Skyliner, mesin pembelian PASMO / SUICA, dan langsung terhubung dengan platform kereta keluar dari Narita Airport.
JR Pass & Karcis Reserved Seats
Gate JR Pass berbeda dengan penumpang lainnya yang menggunakan tiket atau IC Card. Cari gate yang ada petugas di dalam booth, biasanya di ujung kiri / kanan. Tinggal tunjukkan saja JR Pass-nya, nanti dipersilahkan masuk.
Untuk IC Card, saya beli Pasmo seharga JPY 1000 (IDR 122,000), yang terbagi menjadi JPY 500 deposit dan JPY 500 sisanya untuk saldo yang bisa dipakai. IC Card berguna untuk naik bus, metro, dan servis transportasi lainnya yang tidak di-cover JR Pass. Pembelian kartu dan isi pulsanya melalui mesin yang tersebar di semua stasiun. Ada pilihan Bahasa Inggris di bagian atas layar.
Apabila sudah tidak terpakai, kartu IC Card-nya bisa diuangkan kembali. Saya mengembalikan IC Card di Narita Airport di tempat yang sama saya pertama kali beli. Untuk Pasmo, tukar di kantor Skyliner, dan SUICA, tukar di kantor JR. Bilang saja mau refund, nanti diminta untuk menyerahkan kartunya ke petugas penjaga gate yang booth-nya ada di samping kantor masing-masing perusahaan. Apabila kamu tidak membeli IC Card, di Jepang juga disediakan berbagai jenis pass untuk transportasi (ex: subway, bus, etc.). Harganya terjangkau dan dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu (1 hari / 2 hari / 3 hari).
JR Pass yang saya beli hanya berlaku untuk 7 hari. Oleh karena itu, saya membeli voucher Skyliner juga untuk ke airport pada hari terakhir. Voucher Skyliner saya beli di Jakarta yang harganya lebih murah (IDR 269,000 tergantung kurs) daripada beli on the spot atau menggunakan kereta biasa. Sama dengan JR Pass, voucher ini juga harus ditukar menjadi tiket. Apabila menggunakan Skyliner, keberangkatannya dari stasiun Ueno atau Nippori. Di Ueno, stasiun Skyliner bersebelahan dengan stasiun JR.
Interior Shinkansen
Saya hanya menggunakan bus sekali di Kyoto, ketika mengunjungi Kiyomizu Dera. Kebetulan stasiun bus hanya diseberang hotel saya. Dari Stasiun Kyoto, kamu tinggal keluar dari Central Exit yang langsung ada Kyoto Tower. Nanti tinggal cari no bus dan dari platform mana bus kamu berangkat. Di Jepang, masuk bus dari tengah dan keluar dari depan. Sebelum keluar, jangan lupa untuk membayar di samping tempat duduk supir. Ada beberapa pilihan pembayaran, yaitu IC Card, cash, atau daily pass. Apabila menggunakan cash, siapkan uang receh ya. Tidak ada kembalian dari mesinnya. Di Kyoto, tarif bus-nya flat yaitu JPY 230 (IDR 28,060).
Stasiun Bus di Kyoto
Di Tokyo, saya sempat naik Uber dari stasiun Meguro ke Shibuya. Hari itu saya baru berpindah dari Kyoto ke Tokyo. Setelah berganti dari Shinkansen ke kereta biasa, di tengah jalan menuju Shibuya, tiba-tiba kereta berhenti. Dari status kereta hanya diinfokan "passenger's injury", dan kereta akan kembali beroperasi sekitar 30 menit lagi. Ketika ditanyakan ke petugas, dia bilang waktu yang disampaikan pun masih belum pasti. Apabila berjalan, jarak ke Shibuya 40 menit. Ga beruntungnya lagi jam-nya sudah mau mendekati rush hour. Jadi di mana-mana macet, dan taxi penuh.
Akhirnya teman saya nekad untuk pesan Uber. Lucunya, kita semua baru sadar bahwa HP kita tidak ada yang bisa buat telepon setelah dapat driver Uber-nya. Untungnya, si driver Uber bisa menemukan kita. Btw, kita dijemput dengan Alphard Vellfire dan driver-nya pakai jas lengkap donk. Suer, langsung berasa VIP banget. Tarifnya kena JPY 3,712 (IDR 452,864) untuk perjalanan sekitar 15 menit (4,5 km). Ongkosnya dibagi berempat, jadinya ga terlalu besar.
Selama di Jepang, saya menggunakan kombinasi JR Pass dan IC Card (Pasmo / Suica). JR Pass memang mahal, tapi benar-benar worth it kalo ada rencana untuk berpindah kota yang jaraknya berjauhan. JR Pass mencakup Shinkansen (Hikari & Kodama), NEX (Narita Express), JR Train, JR Bus, dan JR Ferries. Sebelum beli JR Pass, pastikan dulu itinerary perjalanan kamu buat menentukan perlu beli atau tidak.
Voucher JR Pass dapat ditukar di kantor JR Ticket Sevice (warna signage-nya hijau atau merah). Ketika mengaktifkan JR Pass, kamu bisa memilih tanggal kapan pertama kali akan digunakan. Rugi kalau diaktifkan tapi tidak terpakai sama sekali di hari itu, karena tetap dihitung full 1 hari. Kamu juga bisa membuat reservasi tempat duduk di Shinkansen, NEX (Narita Express - bagian dari JR) dan Skyliner (kantor berbeda dengan JR).
Untuk JR Pass ada beberapa macam jenisnya. Saya menggunakan JR Wide Pass yang meliputi hampir seluruh wilayah Jepang. Kalau kamu hanya mengunjungi beberapa wilayah tertentu, misal daerah Kansai saja, kamu bisa mengecek JR Kansai Wide Pass. Tentunya harga JR Pass per daerah lebih murah dibandingkan JR Wide Pass. Harga voucher JR Pass Wide Pass adalah IDR 3,230,000. Saya beli di tour di online marketplace.
Saran saya apabila sudah punya jadwal keberangkatan pasti, terutama di high season, jangan lupa reservasi tempat duduk. Kalau di Narita Airport Terminal 2, kantor JR ada di lantai B1. Di lantai itu ada kantor Skyliner, mesin pembelian PASMO / SUICA, dan langsung terhubung dengan platform kereta keluar dari Narita Airport.
JR Pass & Karcis Reserved Seats
Gate JR Pass berbeda dengan penumpang lainnya yang menggunakan tiket atau IC Card. Cari gate yang ada petugas di dalam booth, biasanya di ujung kiri / kanan. Tinggal tunjukkan saja JR Pass-nya, nanti dipersilahkan masuk.
Untuk IC Card, saya beli Pasmo seharga JPY 1000 (IDR 122,000), yang terbagi menjadi JPY 500 deposit dan JPY 500 sisanya untuk saldo yang bisa dipakai. IC Card berguna untuk naik bus, metro, dan servis transportasi lainnya yang tidak di-cover JR Pass. Pembelian kartu dan isi pulsanya melalui mesin yang tersebar di semua stasiun. Ada pilihan Bahasa Inggris di bagian atas layar.
Apabila sudah tidak terpakai, kartu IC Card-nya bisa diuangkan kembali. Saya mengembalikan IC Card di Narita Airport di tempat yang sama saya pertama kali beli. Untuk Pasmo, tukar di kantor Skyliner, dan SUICA, tukar di kantor JR. Bilang saja mau refund, nanti diminta untuk menyerahkan kartunya ke petugas penjaga gate yang booth-nya ada di samping kantor masing-masing perusahaan. Apabila kamu tidak membeli IC Card, di Jepang juga disediakan berbagai jenis pass untuk transportasi (ex: subway, bus, etc.). Harganya terjangkau dan dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu (1 hari / 2 hari / 3 hari).
JR Pass yang saya beli hanya berlaku untuk 7 hari. Oleh karena itu, saya membeli voucher Skyliner juga untuk ke airport pada hari terakhir. Voucher Skyliner saya beli di Jakarta yang harganya lebih murah (IDR 269,000 tergantung kurs) daripada beli on the spot atau menggunakan kereta biasa. Sama dengan JR Pass, voucher ini juga harus ditukar menjadi tiket. Apabila menggunakan Skyliner, keberangkatannya dari stasiun Ueno atau Nippori. Di Ueno, stasiun Skyliner bersebelahan dengan stasiun JR.
Interior Shinkansen
Saya hanya menggunakan bus sekali di Kyoto, ketika mengunjungi Kiyomizu Dera. Kebetulan stasiun bus hanya diseberang hotel saya. Dari Stasiun Kyoto, kamu tinggal keluar dari Central Exit yang langsung ada Kyoto Tower. Nanti tinggal cari no bus dan dari platform mana bus kamu berangkat. Di Jepang, masuk bus dari tengah dan keluar dari depan. Sebelum keluar, jangan lupa untuk membayar di samping tempat duduk supir. Ada beberapa pilihan pembayaran, yaitu IC Card, cash, atau daily pass. Apabila menggunakan cash, siapkan uang receh ya. Tidak ada kembalian dari mesinnya. Di Kyoto, tarif bus-nya flat yaitu JPY 230 (IDR 28,060).
Stasiun Bus di Kyoto
Di Tokyo, saya sempat naik Uber dari stasiun Meguro ke Shibuya. Hari itu saya baru berpindah dari Kyoto ke Tokyo. Setelah berganti dari Shinkansen ke kereta biasa, di tengah jalan menuju Shibuya, tiba-tiba kereta berhenti. Dari status kereta hanya diinfokan "passenger's injury", dan kereta akan kembali beroperasi sekitar 30 menit lagi. Ketika ditanyakan ke petugas, dia bilang waktu yang disampaikan pun masih belum pasti. Apabila berjalan, jarak ke Shibuya 40 menit. Ga beruntungnya lagi jam-nya sudah mau mendekati rush hour. Jadi di mana-mana macet, dan taxi penuh.
Akhirnya teman saya nekad untuk pesan Uber. Lucunya, kita semua baru sadar bahwa HP kita tidak ada yang bisa buat telepon setelah dapat driver Uber-nya. Untungnya, si driver Uber bisa menemukan kita. Btw, kita dijemput dengan Alphard Vellfire dan driver-nya pakai jas lengkap donk. Suer, langsung berasa VIP banget. Tarifnya kena JPY 3,712 (IDR 452,864) untuk perjalanan sekitar 15 menit (4,5 km). Ongkosnya dibagi berempat, jadinya ga terlalu besar.
INTERNET
Ada dua pilihan untuk internet, menggunakan modem atau SIM Card. Saya memilih menggunakan SIM Card yang dibeli melalui online store di Indonesia. SIM Card lebih anti repot, ga berat, hemat powerbank, dan ga perlu khawatir juga kalo mau jalan sendiri. Cons-nya adalah SIM Card memiliki kuota terbatas, kalau modem ada pilihan unlimited. Tapi untungnya di semua tempat yang saya tinggali selalu ada fasilitas Wifi. Menurut saya, sinyal SIM Card juga lebih stabil. Kebetulan teman saya menggunakan modem, kadang di daerah tertentu seperti dalam Shinkansen, sinyalnya suka hilang. Pembelian SIM Card-nya bisa di Jakarta maupun Jepang. Perbedaannya biasa kalau beli di Jepang, biasanya harga lebih mahal dan perlu deposit. Saya sendiri beli di Jakarta. SIM Card dari provider Thailand khusus untuk di Jepang selama 8 hari seharga IDR 300,000.
Ada dua pilihan untuk internet, menggunakan modem atau SIM Card. Saya memilih menggunakan SIM Card yang dibeli melalui online store di Indonesia. SIM Card lebih anti repot, ga berat, hemat powerbank, dan ga perlu khawatir juga kalo mau jalan sendiri. Cons-nya adalah SIM Card memiliki kuota terbatas, kalau modem ada pilihan unlimited. Tapi untungnya di semua tempat yang saya tinggali selalu ada fasilitas Wifi. Menurut saya, sinyal SIM Card juga lebih stabil. Kebetulan teman saya menggunakan modem, kadang di daerah tertentu seperti dalam Shinkansen, sinyalnya suka hilang. Pembelian SIM Card-nya bisa di Jakarta maupun Jepang. Perbedaannya biasa kalau beli di Jepang, biasanya harga lebih mahal dan perlu deposit. Saya sendiri beli di Jakarta. SIM Card dari provider Thailand khusus untuk di Jepang selama 8 hari seharga IDR 300,000.
BIAYA MAKAN DAN MINUM
Di Jepang, makan di fast food chain (McDonalds, First Kitchen, Taco Bell, etc.) atau gyudon (Yoshinoya, Sukiya, etc), harganya kisaran JPY 600 (IDR 73,200) ke atas. Makan di restoran pada saat jam makan siang kisaran JPY 1000 (IDR 122,000), sedangkan makan malam harganya selalu lebih mahal. Mayoritas restaurant di Jepang menawarkan menu set yang sudah termasuk nasi, sup miso, telur dan salad.
Tonkatsu at Kyoto Station
Kalau mau hemat lagi, bisa beli makanan di mini mart. Untuk onigiri harganya beragam antara JPY 150 – JPY 300. Jika kamu lebih demen nyobain street food, harganya juga variatif. Tapi pengalaman saya kemarin, masih berkisar IDR 30,000 – IDR 80,000, tergantung jenis makanannya.
Mini Mart Food
Minuman dapat dibeli melalui vending machine yang banyak ditemukan di jalan dan stasiun. Air mineral ukuran 600ml harganya JPY 120 (IDR 14,640), tapi di tempat wisata kadang harganya lebih mahal. Termahal yang saya beli di sana harganya JPY 220 (IDR 26,840). Jika kamu tinggal di hotel, beberapa disediakan air mineral sebagai complementary. Sebaiknya beli air mineral ukuran 1 lt, harganya lebih murah hanya JPY 98 (IDR 11,956). Tinggal taruh di penginapan untuk refill botol minum yang lebih kecil.
Tips dari saya, kalo mau makan enak tapi harga miring. Kunjungi mall (makanan di basement), supermarket atau bakery sebelum mereka tutup (sekitar jam 20:30). Kamu bakal menemukan banyak makanan didiskon setengah harga hingga lebih.
Di Jepang, makan di fast food chain (McDonalds, First Kitchen, Taco Bell, etc.) atau gyudon (Yoshinoya, Sukiya, etc), harganya kisaran JPY 600 (IDR 73,200) ke atas. Makan di restoran pada saat jam makan siang kisaran JPY 1000 (IDR 122,000), sedangkan makan malam harganya selalu lebih mahal. Mayoritas restaurant di Jepang menawarkan menu set yang sudah termasuk nasi, sup miso, telur dan salad.
Tonkatsu at Kyoto Station
Kalau mau hemat lagi, bisa beli makanan di mini mart. Untuk onigiri harganya beragam antara JPY 150 – JPY 300. Jika kamu lebih demen nyobain street food, harganya juga variatif. Tapi pengalaman saya kemarin, masih berkisar IDR 30,000 – IDR 80,000, tergantung jenis makanannya.
Mini Mart Food
Minuman dapat dibeli melalui vending machine yang banyak ditemukan di jalan dan stasiun. Air mineral ukuran 600ml harganya JPY 120 (IDR 14,640), tapi di tempat wisata kadang harganya lebih mahal. Termahal yang saya beli di sana harganya JPY 220 (IDR 26,840). Jika kamu tinggal di hotel, beberapa disediakan air mineral sebagai complementary. Sebaiknya beli air mineral ukuran 1 lt, harganya lebih murah hanya JPY 98 (IDR 11,956). Tinggal taruh di penginapan untuk refill botol minum yang lebih kecil.
Tips dari saya, kalo mau makan enak tapi harga miring. Kunjungi mall (makanan di basement), supermarket atau bakery sebelum mereka tutup (sekitar jam 20:30). Kamu bakal menemukan banyak makanan didiskon setengah harga hingga lebih.
No comments:
Write comments