Dom Beaventura
Dom Boaventura adalah Raja Manufahi di Timor-Leste pada masa penjajahan Portugis. Tahun 1895 administrasi Timor-Leste berdiri sendiri setelah sebelumya dibawah makau. Dom Boaventura mulai memimpin pemberontakan melawan Portugis sejak 1900. Portugis yang mengerahkan tentara Afrika Portugis (sekarang Mozambik) baru berhasil menghentikan pemberontakan pada tahun 1912.
Pedagang dan misionaris portugis tiba di Timor-Leste dengan kapal sekitar tahun 1500-an. Portugal memusatkan kontrolnya di bagian Timor-Timur pada 1800-an. Sejumlah pemberontakan muncul di Timor-Leste, Dom Boaventura Liurai Manufahi, memimpin gerakan terbesar dan terakhir adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Liurai Manufahi Dom Boaventura di tahun 1912. Dengan demikian Portugal menarik diri dari Timor-Leste ketika perang Dunia II meletus. Banyak masyarakat Timor-Leste yang tewas dalam pertempuran antara pasukan Jepang dan Australia. Australia memiliki konsulat di Dili hingga 1971. Timor-leste memiliki kebebasan yang sangat terbatas karena Portugal dipimpin oleh seorang diktator.
Sejarah masa pendudukan Portugal sekitar tahun 1859 Gubernur Castro menerapkan penanaman paksa untuk tanaman perdagangan baru ini, terutama kopi, tapi juga gandum dan spesies tanaman asing lainnya. Portugal tetap menjajah Timor-Leste secara tidak langsung yang membuat pemerintahan sulit diatur khususnya dengan adanya resistensi terhadap berbagai kebijakan ekonominya yang memaksa.
José Celestino da Silva
Gubernur Celestino da Silva melanjutkan sistem paksa ini pada dasawarsa 1890-an dan 1900-an, dengan ciri khusus yaitu pembanguan jalan. Resistensi para liurai (raja-raja setempat) muncul segera setelah pengangkatan seorang Gubenur di Lifau. Pemberlakuan upeti, yang disebut finta, sekitar tahun 1710, memicu pemberontakan dan kebencian yang terus berlanjut yang mempunyai andil dalam memaksa portugis untuk pindah ke Dili pada tahun 1769 portugal tidak mengalami perlawanan yang berarti sampai ketika Gubernur Castro mengunakan kekuatan militer untuk memaksakan penanaman kopi. Kebijakan yang tidak popular ini memicu pemberontakan pada tahun 1861 yang di ikuti serangkaian pemberontakan lokal yang dipimpin oleh para Liurai terhadap berbagai akses penjajahan.
Wilayah-wilayah yang menjadi tempat pemberontakan
Sebagai tanggapannya, pemerintahan Portugis memberlakukan kontrol langsung atas Timor-leste pada tahun 1895 ketika Gubernur Silva membentuk pemerintahan dan militer di seluruh Timor-leste, membagi wilayah tersebut mejadi sebelas distrik, termasuk daerah kantong Oecusse. Akibatnya, Portugal memisahkan Timor-leste dari Goa, menjadikannya sebuah distrik pemerintahan terpisah pada tahun 1896. Namun demikian pemberontakan terus berlanjut. Yang terakhir dan terbesar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Liurai Manufahi, Dom Boaventura yang memberontak melawan pajak kepala pada tahun 1908.
Resistensi Dom Boaventura ini berawal dari pemberontakan yang dipimpin oleh ayahnya; liurai Dom Duarte memimpin berbagai pemberontakan pada akhir abad ke-19 sampai Gubernur da Silva menyerang kerajaan Same pada tahun 1895 dan Dom Duarte dipaksa untuk menyerah pada tahun 1900. Setelah Gubernur da Silva mengganti finta dengan pajak kepala pada tahun 1908, Dom Boaventura, anak Dom Duarte, memberontak pada tahun 1911. Pihak portugis mengerahkan pasukan tentara liurai yang amat besar yang berjumlah 12.000, serta mendatangkan pasukan dari Mozambigue, dan dengan kejam menumpas pemberontakan ini pada tahun 1912. Aksi ini menciptakan suatu stabilitas, tetapi dengan harga kematian dan penderitaan yang amat besar.
Diperkirakan 25.000 orang meninggal dalam kampanye menumpas pemberontakan ini. Dom Boaventura ditangkap dan diasingkan ke Pulau Atauro dan meninggal disana. Setelah portugis memberikan kewenangan langsung pada desa (suco) sebagai pemerintahan local, dengan demikian memotong kewenangan liurai, mengurangi pengaruh mereka dan menetapkan kontrol Portugis yang lebih langsung terhadap semua daerah di pedalaman Timor Portugis.
Saat Timor Leste terintegrasi dengan Indonesia, gubernur terakhir provinsi Timor Timur, Abilio Soares juga pernah mengusulkan kepada Presiden Soeharto agar pejuang Timor Timur, Dom Boaventura (liurai Manufahi), menjadi Pahlawan Nasional. Bandara Komoro sempat direncanakan akan diganti nama menjadi Bandara Dom Boaventura.
sumber 1
sumber 2
sumber 3SUMBER
No comments:
Write comments