Jumpa pers penangkapan para tersangka pembantaian orangutan di Taman Nasional Kutai oleh Polres Kutai Timur, Kalimantan Timur, Sabtu (17/2/2018).
Polres Kutai Timur, Kalimantan Timur, membekuk lima tersangka pelaku pembantaian orangutan di Taman Nasiona l Kutai (TNK), awal Februari lalu. Para pelaku memberondong orangutan dengan senapan angin sehingga primata malang ini meregang nyawa dengan 130 proyektil peluru bersarang di tubuhnya.
"Pelaku sudah diamankan petugas di lapangan," kata Kepala Polres Kutai Timur, Ajun Komisaris Besar Teddy Ristiawan, Sabtu (17/2/2018).
Pelaku pembantaian adalah para petani kebun kelapa sawit dan nanas, seorang di antaranya masih berusia di bawah umur. Mereka adalah Muis bin Cebun (36), Andi bin Hambali (37), Rustan bin Nasir (37), Nasir bin Saka (54), dan HDR (13 tahun).
"Mereka ini para petani perkebunan kelapa sawit dan buah nanas di Dusun Teluk Pandan," papar Teddy.
Awal cerita, tersangka Muis merasa kesal dengan kerusakan beberapa tanaman kelapa sawit dan nanas di area perkebunannya. Dusun Teluk Pandan memang berada di area kawasan tertutup Taman Nasional Kutai.
Kepada polisi, Muis mengaku hasil perkebunannya dir usak oleh orangutan yang didapatinya di kawasan tersebut. Ia lantas menembaki orangutan ini dengan senapan angin yang dimilikinya.
Adapun tersangka lainnya mengaku membantu tetangganya ini mengusir orangutan dari area perkebunan milik mereka. Salah satu diantaranya adalah anak remaja yang memiliki hubungan darah dengan salah seorang tersangka.
Teddy mengatakan, tertangkapnya para pelaku ini berkat pengembangan di lapangan. Polisi sejak awal mencurigai perkebunan di sekitar lokasi temuan tubuh orangutan yang terluka parah.
Dalam proses penyidikan ini, polisi mengamankan empat senapan angin yang dipergunakan untuk menembak tubuh orangutan. Selain itu, ada juga barang bukti sisa proyektil senapan angin yang dipergunakan para tersangka saat itu.
"Mereka menghabiskan sekitar 1,5 kotak peluru senapan angin. Satu kotak berisi 60 proyektil sehingga diperkirakan ada 120 proyektil tembakan," imbuh Teddy.
Total polisi m embutuhkan waktu delapan hari untuk mengungkap kasus ini dan membekuk para pelakunya. Kasus ini kebetulan memperoleh perhatian luas dari media dalam dan luar negeri.
Polisi saat ini sudah menahan seluruh tersangka dalam proses pemberkasan kasusnya. Para tersangka mendapat ancaman maksimal hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Pekan lalu, pengelola TNK berusaha menyelamatkan orangutan yang terluka parah di sekujur tubuhnya. Tubuh primata malang ini penuh dengan luka tembakan senapan angin.
Hasil otopsi Centre for Orangutan Protection (COP) menemukan sebanyak 130 proyektil peluru senapan angin dari luka-luka orangutan ini. Dua hari sejak ditemukan, akhirnya orangutan ini harus kehilangan nyawa karena lukanya begitu parah.
Polisi menyimpulkan ada penganiayaan berat terhadap orangutan berusia lima tahun ini. Selain luka tembakan, ada pula bekas lebam, sabetan benda tajam, hingga kerusakan kedua bola matanya.
Du gaan sementara, orangutan ini masuk area perkebunan kelapa sawit yang dikelola masyarakat di sekitar TNK. Selama ini ada anggapan orangutan sebagai hama perusak perkebunan masyarakat.
Primata orangutan dan manusia punya kecenderungan sama soal pemilihan lokasi tempat hidup. Orangutan suka hutan dataran rendah dan subur yang sangat cocok untuk perkebunan kelapa sawit dan karet.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola TNK Nurpatria Kurniawan mengungkapkan, area kelolanya merupakan pusat habitat orangutan Kaltim yang mencapai 1.511 individu. Mereka tersebar di di Sangkima, Mentoko, dan Menawang.
Namun harus diakui pula, TNK seluas 192.709 hektare ini terancam praktik perambahan, permukiman, dan perkebunan liar masyarakat. "Warga menduduki area TNK seluas 17.000 hektar," sebutnya.
Pembantaian orangutan menjadi imbas negatif gesekan antara manusia dan populasi orangutan yang terganggu habitat alamnya. Pengelola TNK beberapa kali me mperoleh laporan pembantaian orangutan di wilayah konservasi ini.
Dalam kasus ini, pengelola TNK menjadi pihak pertama yang berupaya memberikan pertolongan terhadap orangutan ini. Orangutan berhasil dievakuasi ke kantor TNK guna memperoleh pengobatan dan makanan meski kemudian tetap meninggal.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, Sunandar Trigunajasa, mengamini pernyataan Nurpatria. Populasi orangutan Kalimantan kian terdesak akibat aktivitas perekonomian manusia dan di sana populasinya hanya tersisa 50 ribu individu.
Namun faktanya, Sunandar meragukan perkiraan ini karena keberadaannya semakin sulit dijumpai di hutan-hutan Kalimantan. Keberadaan sarang orangutan, menurutnya bukan menjadi cerminan sesungguhnya populasi orangutan Kalimantan.
Satu satunya cara menjaga keberadaan orangutan, menurut Sunandar dengan terus menjaga kelestarian hutan di Kalimantan. Pemerintah daerah juga harus berkomitmen dalam melakuka n moratorium penerbitan izin perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.
---
Baca juga dari kategori BERITA :
No comments:
Write comments