Friday, April 27, 2018

Cuaca Ekstrem Menjelang Pancaroba

Cuaca Ekstrem Jelang Pancaroba, Ini Penjelasan BMKG

Jakarta, IDN Times - Jelang pancaroba atau peralihan musim terjadi cuaca ekstrem di beberapa daerah seperti hujan disertai angin puting beliung di Yogyakarta dan Minahasa, banjir di Cilegon dan Bumiayu baru-baru ini, hingga berdampak kerusakan serta korban.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan kondisi tersebut lumrah terjadi. Selain pengaruh dinamika cuaca lokal, aktivitas cuaca juga didukung  aktifnya aliran massa udara basah atau yang lebih dikenal dengan fenomena skala regional Madden Julian Oscilation (MJO).


1. Cuaca ekstrem berlangsung selama satu pekan
Cuaca Ekstrem  Jelang Pancaroba, Ini Penjelasan BMKG
Unplash/Vyacheslav Beda



Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal mengatakan keadaan seperti ini akan berlangsung selama kurang lebih satu pekan, jelang peralihan musim dari penghujan ke kemarau.

"Fenomena gelombang atmosfer tropis yang merambat ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik. MJO memiliki siklus perambatan 30-90 hari, dan dapat bertahan pada suatu fase (lokasi perambatan yang digambarkan dalam kuadran) sekitar 3-10 hari," ujar Herizal dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/4).


2. Sumatera dan Jawa paling terdampak
Cuaca Ekstrem Jelang Pancaroba, Ini Penjelasan BMKG
Unplash/Denise Johnson



Herizal menjelaskan saat ini memasuki fase basah (konvektif) MJO terpantau sudah berada di kuadran 4, yang berada di wilayah Benua Maritim Indonesia. Karena itu, yang paling terdampak pada fase ini adalah wilayah Sumatera dan Jawa yang banyak mengalami cuaca ekstrem.

"MJO fase ini memberikan pengaruh dalam meningkatkan suplai uap air yang berkontribusi pada pembentukan awan hujan, di wilayah Indonesia bagian barat hingga tengah," terang Herizal.


3. Musim kemarau tidak tertunda
Cuaca Ekstrem Jelang Pancaroba, Ini Penjelasan BMKG
Unplash/Osman Rana



Herizal menjelaskan, MJO kali ini juga berkaitan dengan berkembangnya banyak pusaran di sekitar wilayah Indonesia, yang memicu pemusatan massa udara dan jalur pertemuan angin (konvergensi), yang dapat memicu pertumbuhan awan yang signifikan.

"Dari sisi iklim, kehadiran MJO ini dapat meredam suhu panas dan hari hari kering di beberapa daerah yang sudah memasuki musim kemarau. Tetapi hal itu tidak berarti musim kemarau menjadi gagal atau tertunda," ujar Herizal.

BMKG juga menyebutkan MJO diperkirakan aktif hingga awal Mei mendatang. Setelah itu kondisi atmosfer akan kembali cenderung kering, dan musim kemarau diperkirakan dominan di semua tempat di Pulau Jawa.


Sumber : https://news.idntimes.com/indonesia/...mpaign=network
SUMBER

No comments:
Write comments

Artikel Menarik Lainnya

loading...