Saturday, June 23, 2018

Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Seratus tahun yang lalu, sebuah virus influenza yang mematikan menginfeksi sepertiga penduduk dunia, membunuh 195.000 penduduk Amerika hanya pada bulan Oktober 1918 saja. Flu itu dikenal dengan nama Flu Spanyol, diberi nama Spanish Influenza karena media Spanyol lah yang pertama kali memberitakan dan menyebarkan tentang Flu itu secara besar-besaran.

Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Pemandangan salah satu tempat karantina di Kansas

Seorang ilmuwan, Johan Hultin melakukan perjalanan ke Brevig, Alaska, sebuah kota yang hanya berisi beberapa ratus jiwa di musim panas tahun 1997. Kedatangannya kesana adalah untuk mencari mayat-mayat yang terkubur ditanah beku Alaska. Dia menggali ditanah permafrost dan dia menemukan seorang wanita yang meninggal hampir 80 tahun yang lalu dan berada dalam kondisi pelestarian yang sangat baik. Hultin kemudian mengambil sampel paru-paru wanita itu sebelum menginterpretasinya. Dia bermaksud menggunakan penemuannya ini untuk memecahkan kode urut genetik virus yang telah membunuh wanita Inuit ini bersama dengan 90 persen populasi di kota itu.

Misi Brevig hanyalah satu diantara tragedi global terburuk yang pernah menimpa umat manusia, pandemi influenza tahun 1918-1919. Virus influenza ini juga dikenal sebagai flu Spanyol, menyebar dengan kecepatan yang menakjubkan di seluruh dunia, melanda India, dan mencapai Australia hingga pulau-pulau terpencil di Pasifik. Hanya dalam 18 bulan setidaknya sepertiga penduduk dunia terinfeksi. Perkiraan jumlah pasti kematian bervariasi secara liar dan serampangan, mulai dari 20 juta hingga 50 juta bahkan ada yang mengatakan 100 juta kematian telah terjadi.

Awal mula penyebaran Virus
Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Ilustrasi spanish Influenza

Ada beberapa virus yang berhubungan erat dengan influenza, tetapi terdapat satu strain (tipe A) yang terkait erat dengan epidemi mematikan tersebut. Pandemi 1918-19 disebabkan oleh virus influenza A yang dikenal sebagai H1N1. Meskipun dikenal sebagai flu Spanyol, kasus pertama yang tercatat terjadi di Amerika Serikat pada tahun-tahun terakhir Perang Dunia I.

Pada Maret tahun 1918, Amerika Serikat telah berperang dengan Jerman dan Blok Sentral selama 11 bulan. Selama waktu itu, pasukan Amerika yang awalnya hanya berjumlah kecil sebelum perang tumbuh menjadi kekuatan tempur besar yang nantinya akan mengirim lebih dari dua juta pasukan ke Eropa.

Saat itu barrack militer Amerika mendapatkan massa dalam jumlah yang sangat banyak sesaat setelah seluruh warga dimobilisasi untuk ikut berperang, salah satunya adalah Fort Riley di Kansas, di mana fasilitas untuk pelatihan tentara baru, Camp Funston, dibangun untuk menampung sekitar 50.000 orang yang akan dilantik menjadi Angkatan Darat. Di sinilah pada tanggal 4 Maret seorang tentara yang merasakan demam melapor ke ruang kesehatan. Hanya dalam beberapa jam, lebih dari seratus tentara lainnya mengeluh dengan kondisi yang sama, dan lebih banyak lagi nanti yang sakit selama beberapa minggu berikutnya. Pada bulan April pasukan Amerika tiba di Eropa dan membawa virus itu bersama mereka, gelombang pertama pandemic telah dimulai.

Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

pola penyebaran flu Spanyol



Kecepatan membunuh Flu Spanyol
Flu Spanyol membunuh korbannya dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di Amerika Serikat, banyak orang yang bangun dipagi hari dan tewas dalam perjalanan ke tempat kerja mereka. Gejala-gejalanya cukup mengerikan, penderita akan mengalami demam dan kehabisan nafas, karena kekurangan oksigen tersebut menyebabkan wajah mereka tampak membiru. Pendarahan mengisi paru-paru dengan darah dan menyebabkan muntah dan mimisan yang hebat. Tidak seperti influenza-influenza biasa sebelumnya, flu Spanyol menyerang tidak hanya anak-anak kecil dan juga orang tua yang sudah renta, tetapi juga orang dewasa yang tampak sehat dan kuat antara usia 20 hingga 40 tahun.

Spanish  Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Sebuah selebaran yang ditempelkan di tempat teater sebagai peringatan akan bahaya Flu Spanyol

Faktor utama dalam penyebaran virus dengan cepat dan luas tentu saja adalah karena konflik internasional yang sedang berada dalam fase terakhirnya. Para ahli epidemic masih memperdebatkan asal muasal virus itu, tetapi ada beberapa konsensus yang merupakan hasil mutasi genetik yang mungkin berasal dari China. Tetapi yang jelas adalah strain baru itu menjadi masalah global berkat pergerakan pasukan secara besar-besaran dan cepat yang saat itu sedang terjadi di seluruh dunia.

Bagaimanapun perang juga berpartisipasi dalam pengaburan tingkat mortalitas virus tersebut yang bisa dikatakan luar biasa tinggi. Pada tahap awalnya, penyakit itu tidak dipahami dengan baik dan kematian seringkali dikaitkan dengan gejala pneumonia. Sensor ketat dalam masa perang juga membuat para pers yang berada di Eropa dan Amerika Utara tidak dapat melaporkan wabah itu secara bebas. Hanya di Spanyol yang saat itu netral yang dapat memberitakan penyakit itu dengan bebas, sehingga nama penyakit itu diambil dari pemberitaan media Spanyol.

Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Masker disarankan ketika Flu Spanyol sedang mewabah


Penyebaran di Eropa
Parit-parit yang penuh sesak dan perkemahan massal selama Perang Dunia Pertama menjadi tempat yang sangat ideal untuk penyebaran penyakit ini. Ketika pasukan bergerak maka virus Flu ini ikut bersama mereka. Gelombang pertama yang muncul di Kansas mereda setelah beberapa minggu, tetapi ini hanya peredupan sementara waktu saja. Pada September tahun 1918 epidemi berikutnya mulai memasuki fase paling mematikannya.

Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Parit-parit yang diisi ribuan prajurit ini menjadi tempat yang sangat ideal untuk penyebaran virus ini

Terhitung 13 minggu dari September sampai Desember 1918 merupakan saat yang paling banyak ditemukan kasus kematian karena penyakit ini. Setidaknya 195.000 orang Amerika meninggal hanya dalam bulan Oktober. Didalamnya termasuk jumlah total korban militer Amerika karena penyakit ini selama Perang Dunia I yang mencapai lebih dari 116.000 orang, hal itu terjadi di perkemahan militer yang padat selama gelombang kedua penyakit tersebut. Pada bulan September, 6.674 kasus dilaporkan di Camp Devens, sebuah pangkalan militer di Massachusetts.
Ketika krisis mencapai puncaknya, pelayanan medis mulai kewalahan. Para mortisi dan penggali kubur mulai mengeluh tidak mungkin menguburkan mereka satu persatu. Banyaknya kematian membuat para jasad itu berakhir di kuburan massal.

Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Kuburan massal bagi korban Spanish Influenza yang sangat banyak

Penyakit itu terus menyebar hingga pergantian tahun hingga januari tahun 1919 epidemi virus itu memasuki fase ketiga yang juga merupakan fase terakhirnya. Pada saat itu kekuatan penyakit itu mulai menurun hingga musim gugur hingga musim dingin, dan kematian tercatat menjadi lebih sedikit dibanding fase-fase sebelumnya.


Gelombang akhir Flu Spanyol
Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Tenda karantina di Australia, bentuk antisipasi dini menghadapi Spain Influenza

Gelombang terakhir Flu Spanyol jauh lebih ringan dibanding gelombang sebelumnya, namun gelombang penyakit itu terbukti masih cukup kuat untuk menimbulkan kerusakan yang besar. Australia yang dengan sigap langsung memberlakukan larangan bagi orang yang terinfeksi untuk berada ditempat umum dan segera mengkarantinakan mereka sehingga mereka cenderung berhasil lolos dari flu mematikan tersebut. ketika penyakit itu akhirnya tiba dan mengambil nyawa beberapa ribu orang Australia, sifat destructivenya memiliki kecenderungan yang bersifat umum. Bagaimanapun korban disana kebanyakan menyasar kaum bawah yang saat itu cenderung terabaikan.

Ada beberapa kasus kematian yang tercatat akibat influenza, namun mungkin itu disebabkan oleh strain influenza yang berbeda hingga akhir tahun 1920. Pada musim panas tahun 1919 kebijakan perawatan kesehatan yang baru dan juga karena mutasi genetik alami dari virus itu sendiri akhirnya membawa epidemi tersebut ke tahap terakhirnya. Meski begitu, dampak bagi mereka yang ditinggalkan oleh korban maupun yang menderita komplikasi kesehatan jangka panjang tetap berlangsung hingga dekade terakhir abad itu.

Pandemik membuat hampir tidak ada bagian dunia ini yang tidak tersentuh. Di Inggris, 228.000 orang meninggal dunia. Amerika Serikat kehilangan hampir 675.000 orangnya, Jepang sendiri menderita 400.000 orang yang menjadi korban. Pulau Pasifik selatan, Samoa Barat (Samoa modern) kehilangan seperlima populasinya. Para peneliti memperkirakan bahwa di India, korban jiwa berjumlah antara 12 hingga 17 juta orang. Data yang tepat tentang jumlah pasti kematian sulit diidentifikasi, tetapi angka kematian global diperkirakan hingga 10 sampai 20 persen dari mereka yang sudah terinfeksi.

Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Korban Flu Spanyol

Pada tahun 1997, sampel yang diambil oleh Johan Hultin dari jasad wanita yang ditemukan di kuburan massal dalam Misi Brevig turut menambah pengetahuan para ilmuwan tentang bagaimana virus flu tersebut bermutasi dan menyebar. Selain itu juga obat-obatan baru dan peningkatan kebersihan diri maupun masyarakat turut membantu komunitas internasional dalam posisi yang jauh lebih baik untuk menghadapi tantangan baru dimasa depan. Namun, para ilmuwan tahu serta selalu mengantisipasi kita, bahwa mutasi yang mematikan dapat terjadi kapan saja, serta dampaknya pada dunia yang semakin padat kini serta saling berhubungan akan sangat merusak apabila terjadi pandemik dimasa depan.

Spanish Influenza (1918-1920) Pembunuh Massal Di Akhir Perang Dunia I

Perawat Flu Spanyol dengan maskernya


Sumber
Sumber
Sumber
SUMBER

No comments:
Write comments

Artikel Menarik Lainnya

loading...